Bhagavad Gita

Dalam hidup manusia tidak akan pernah untuk tidak menemui masalah. Ada salah satu kawan saya bertanya, apakah dengan meditasi semua permasalahan akan hilang? Saya jadi tambah bingung apa maksud pertanyaannya 🙂  Dengan meditasi, tidak akan mengurangi permasalahan Anda, apalagi menghilangkannya 🙂 Meditasi hanya membantu Anda untuk menghadapi permasalahan tersebut. Bagaimana caranya? bagaimana cara meditasi membantu Anda menghadapi permasalahan? Sebenarnya ketika kita sampai ke pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita sudah semakin tidak mengerti tentang makna meditasi itu sendiri 🙂 Coba kita sadari bahwa segala permasalahan tersebut sejatinya adalah pikiran-pikiran juga. Pikiran yang melintas di ‘kesadaran’ kita. ‘Kesadaran’ ini harus mampu mengamati pikiran-pikiran ini dulu (lihat artikel sebelumnya ‘Seni Hidup‘). Kebanyakan kita belum mampu untuk sekedar mengamati pikiran-pikiran kita sendiri, apalagi untuk mengendalikannya. Yang sering terjadi adalah kita hanyut dalam pikiran-pikiran kita sendiri. Dan jika pikiran yang datang adalah ‘negatif’, maka kita pun akan terhanyut dalam ‘kenegatifannya’. Dalam ‘Seni Hidup‘ kita berlatih untuk mengamati, tanpa keterlekatan terhadap pikiran-pikiran tersebut. Dan bentuk aksi idealnya adalah ber-meditasi. Tidak bereaksi terhadap pikiran-pikiran tersebut, hanya mengamatinya sampai pikiran tersebut berakhir. Jika demikian maka agar efektif kita harus mengkondisikan diri kita untuk seminim mungkin berinteraksi dengan pikiran-pikiran, obyek materi, dan dunia luar. Tapi apakah hal itu mungkin dilakukan? Memang ada beberapa orang yang memutuskan untuk mengkondisikan dirinya untuk ‘tidak ikut serta mengambil peran’ dalam sandiwara dunia, dan mereka pun secara efektif dapat mencapai ‘kedamaian’ yang mereka ‘inginkan’. Tapi bagaimana bagi orang-orang yang memutuskan untuk ‘berperan’ dalam sandiwara ini? Apakah mereka tetap akan dapat menemukan ‘kedamaian’-nya dalam beraksi?

Kurang lebih 4 tahun yang lalu saya juga menghadapi dilema yang sama, saya ingin mengalami kedamaian yang konstan, tidak terusik, di lain hal saya juga terlekat dengan aksi-aksi duniawi yang memiliki potensi untuk merusak kedamaian itu sendiri. Lalu saya temukan script Bhagavad Gita, di sini saya mendapatkan pengetahuan baru, tentang Yoga 🙂 . Sebagai pengelana spiritual, saat itu saya seperti menemukan oase di padang pasir. Seperti Arjuna, yang mengalami dilema, sangat membutuhkan pengetahuan untuk pembebasan jiwanya. Dan dengan penuh haru, di sini, ingin saya hadirkan kembali ‘Nyanyian Sang Bhagawan’ yang pernah ‘membebaskan’ saya, selamanya.. 🙂 ..peace..

kuruksetra2

Bhagavad Gita – Gita Dhyanam

Wahai Ibu Bhagavad-Gita, sebagai sabda Tuhan (Narayana) sendiri, dalam menjelaskan kepada Partha (Arjuna); yang tercantum dalam kitab Mahabharata, yang terdiri dari 18 bab, susunan Maharsi Vyasa; pencurah nektar Advaita, sebagai penghancur samsara, hamba bersujud kepada-Mu

Wahai Rsi Vyasa yang cerdas, dengan mata bagaikan daun-daun bunga teratai yang sedang mekar, penyulut lampu kebijaksanaan yang penuh dengan minyak Mahabharata; perkenankanlah hamba bersujud kepada-Mu

Sembah sujudku kepada Krsna, pemerah susu nektar Gita; bagaikan pohon Parijata bagi mereka yang berlindung pada-Nya; dan yang menggenggam seikat pohon tebu pada tangan yang satu, sedang tangan yang lainnya melakukan Jnana Mudra

Dengan semua kitab Upanisad sebagai sapi-sapinya dan Arjuna sebagai anak sapinya, serta putra-putra para penggembala sapi sebagai si pemerah susu telah menyarikan susu nektar Gita tertinggi guna kenikmatan manusia yang telah memiliki pemahaman murni.

Hamba bersujud kepada Krsna putra Vasudeva, kesayangan utama Devaki, penghancur raksasa Kamsa dan Canura; yang sesungguhnya adalah Tuhan (sendiri), sebagai jagad guru (guru semesta).


vishnu1

Prathamo ‘Dhyayah

Bab I

Arjuna Wisada Yogah

Dhrtarastra berkata:

Di medan dharma, di padang Kuruksetra, ketika putra-putraku dan putra-putra Pandu telah berkumpul bersama siap untuk bertempur, apakah yang mereka lakukan, wahai Sanjaya?

Sanjaya berkata:

Kemudian, setelah menyaksikan pasukan para Pandava yang siap siaga dalam formasi tempur, pangeran Duryodhana menghampiri gurunya, acarya agung Drona, seraya berkata:

Saksikanlah, wahai guruku; pasukan putra-putra Pandu yang gagah perkasa itu, yang dipimpin oleh murid paduka yang bijaksana, putra Drupada

Disana ada pula para pahlawan pemanah tangguh yang sebanding dengan Bhima dan Arjuna dalam peperangan, seperti Virata, Yuyudhana dan Drupada yang semuanya merupakan perwira-perwira gagah perkasa

Juga terdapat Dhrstaketu, Cekitana dan raja negeri Kasi yang gagah perkasa; serta Purujit, Kuntibhoja dan Saibya, sebagai manusia-manusia pilihan yang perkasa

Juga ada Yudhamanyu yang kuat kekar; Uttamauja yang gagah berani, serta putra-putra Subhadra dan Draupadi, yang semuanya merupakan pahlawan-pahlawan kereta yang tangguh

Ketahui pulalah, wahai yang terbaik di antara para dvijati (kaum pendeta), semua panglima pasukan kita yang merupakan pimpinan kenamaan, yang akan kusebutkan namanya guna bahan informasi paduka guru

Paduka sendiri, guruku; lalu Bhisma, Karna dan Krpacarya, yang selalu jaya dalam pertempuran; demikian pula Asvatthama, Vikarna dan putra-putra dari raja Somadatta

Dan masih banyak lagi para pahlawan terlatih yang tangguh dalam peperangan, yang diperlengkapi dengan segala macam persenjataan dan siap mempertaruhkan nyawa mereka demi kepentinganku

Kekuatan pasukan kita yang dipimpin oleh Bhisma, secara sempurna tak terbatas jumlahnya; sementara pasukan mereka yang dipimpin oleh Bhima, terbatas jumlahnya.

Oleh karena itu, semuanya menempati posisimu masing-masing dalam divisimu dan hanya melindungi Bhisma saja, dengan segala cara

Untuk membangkitkan semangat (Duryodhana), kakek Bhisma yang agung sebagai sesepuh wangsa Kuru, sekarang meniup terompet kerangnya dengan sangat kerasnya, bagaikan raungan seekor singa

Kemudian dengan serempak secara tiba-tiba dibunyikan terompet-terompet kerang, genderang, tambur dan terompet-terompet tanduk; yang suaranya gegap gempita membahana

Manakala Krsna dan Arjuna berdiri di atas kereta indah yang ditarik oleh kuda-kuda berwarna putih, mereka juga mulai meniup terompet-terompet kadewatan mereka masing-masing

Hrsikesa (Krsna) meniup terompet Pancajanya-Nya, Arjuna meniup terompet Devadatta-nya; sedangkan Vrkodara (Bhima) yang biasa melaksanakan tugas-tugas berat, meniup terompet kerangnya yang hebat, yang bernama Paundra

Putra Kunti, raja Yudhistira, meniup terompet kerangnya yang bernama Anantavijaya; Nakula dan Sahadeva, masing-masing meniup terompet kerangnya yang bernama Sughosa dan Manipuspaka Dan pemanah perkasa raja dari negeri Kasi, ksatria kereta perang Sikhandi, Dhrstadyumna, Virata dan Satyaki yang sulit dikalahkan itu.

Wahai penguasa bhumi (Dhrtarastra); Drupada dan putra-putra Draupadi serta putra Subhadra (Abhimanyu) yang berlengan perkasa, semuanya juga meniup terompet kerangnya masing-masing

Memenuhi angkasa dan bumi dengan gema yang gegap gempita, menggetarkan hati para putra Dhrtarastra


panchajanya

Kemudian Arjuna yang berdiri di kereta perangnya yang berlambangkan kera (Hanoman) memandang barisan putra-putra Dhrtarastra yang siap dengan senjata-senjatanya, lalu mulai mengangkat busur panahnya

Dan wahai Sang Penguasa bhumi (Dhrtarastra), ia kemudian berkata kepada Hrsikesa (Krsna). Arjuna berkata: Arahkan dan tempatkan keretaku ini di tengah-tengah antara kedua pasukan (yang saling berhadapan) ini, wahai Acyuta (Krsna)

Supaya aku dapat mengetahui mereka yang siap dan bernafsu sekali untuk berperang; yang harus aku hadapi dalam pertempuran yang akan segera terjadi ini

Dan aku ingin sekali melihat sendiri mereka yang berkumpul di sini, yang siap bertempur dan bernafsu sekali untuk mendapatkan apa-apa yang sangat disukai oleh putra Dhrtarastra yang berbudi jahat itu dalam peperangan ini.

Sanjaya berkata:

Wahai Bharata (Dhrtarastra), setelah Gudakesa (Arjuna) berkata kepada Hrsikesa (Krsna), maka Sri Krsna menempatkan kereta perang yang sangat indah itu di tengah-tengah antara kedua pasukan yang saling berhadapan

Di hadapan Bhisma, Drona dan semua pimpinan pasukan dan bersabda “Wahai Partha (Arjuna), lihatlah seluruh warga keluarga wangsa Kuru telah berkumpul bersama-sama di sini?

Kemudian di sana Partha menyaksikan berdiri dalam kedua barisan itu, para bapak, kakek, guru, paman, saudara sepupu, anak, cucu demikian pula para sekutu.

Dan juga para mertua dan teman sejawat pada kedua pasukan tersebut. Dan ketika putra Kunti (Arjuna) menyaksikan seluruh sanak keluarganya berdiri berbaris di sana. Ia diliputi dengan perasaan kasihan dan duka cita yang mendalam, sambil mengucapkan kata-kata ini:

Arjuna berkata:

Bila aku menyaksikan orang-orangku sendiri yang berbaris dan bernafsu sekali untuk bertempur, wahai Krsna, anggota badanku terasa lemas, mulutku terasa kering.

Sekujur tubuhku gemetaran dan bulu romaku merinding. (Busur) Gandiva terlepas dari tanganku dan kulitku terasa terbakar seluruhnya.

Aku tak mampu untuk berdiri tegak dan pikiranku kacau. Dan aku melihat tanda-tanda buruk, wahai Kesava (Krsna), di mana aku tidak melihat kebaikan sama sekali dengan membunuh sanak keluarga sendiri dalam pertempuran ini.

Aku tidak menginginkan kemenangan lagi, wahai Krsna, ataupun kerajaan maupun kesenangan; wahai Govinda (Krsna), apa gunanya lagi kerajaan ini bagi kita, demikian pula kenikmatan dan kehidupan ini sendiri.

Demi untuk siapakah kita serta mereka yang berdiri di sini berperang dengan mengorbankan nyawa dan harta benda, menginginkan kerajaan, kenikmatan dan kesenangan ini? Para guru, ayah, putra-putra dan juga para kakek, paman, mertua, cucu, ipar dan kaum kerabat (lainnya). Wahai Madhusudana (Krsna), aku tak ingin membunuh mereka, walaupun mereka membunuhku; kendatipun akan memerintah di ketiga dunia ini, apalagi hanya untuk dunia ini saja? Kesenangan apakah yang akan kita peroleh setelah membunuh putra-putra Dhrtarastra ini, wahai Janardana (Krsna)? Yang pasti hanyalah dosa bagi kita bila membunuh si durjana ini.

Karena itu, tidak patut kita membunuh kaum kerabat kita sendiri, putra-putra Dhrtarastra itu. Sesungguhnya, bagaimana mungkin kita dapat bahagia, wahai Madhava (Krsna), apabila kita membunuh keluarga sendiri?

Walaupun bagi mereka yang pikirannya dikuasai oleh ketamakan, tidak melihat kesalahan dalam pemusnahan keluarga dan tidak merasa berbuat jahat dalam membasmi kawan. Mengapa kita tidak memiliki kebijaksanaan untuk berpaling dari dosa semacam ini, wahai Janardana (Krsna); kita yang melihat kesalahan dalam memusnahkan sanak keluarga ini?

Dalam hancurnya keluarga, hukum-hukum tradisinya juga musnah; dan apabila hukum-hukum itu lenyap, maka keseluruhan keluarga juga akan berakibat menjadi tanpa dasar hukum

Dan apabila tirani merajalela, wahai Varsneya (Krsna), para kaum wanita dari keluarga akan menjadi ternoda dan bila para wanita telah ternoda, tatanan warna asrama menjadi kacau tidak karuan

Kekacauan moral ini akan membawa keluarga itu sendiri ke dalam neraka, demikian pula para pembunuhnya. Karenanya, roh-roh para leluhur akan jatuh karena ketiadaan persembahan nasi dan air bagi mereka

Oleh perbuatan keliru yang dilakukan para penghancur keluarga tersebut dan yang mengacaukan keberadaan varna asrama, hukum-hukum kasta yang sudah lama berlalu dan juga keluarga itupun akan hancur

Dan kita semua telah mendengar, wahai Janardana (Krsna) bahwa orang-orang dari keluarga-keluarga yang hukum-hukum tradisinya termusnahkan, pasti akan dicampakkan di neraka

Aduh, betapa besar dosa yang kita tanggung dalam usaha kita membunuh orang-orang (keluarga) kita sendiri, akibat dari perasaan tamak akan kenikmatan memiliki kerajaan

Jauh lebih baik bagiku, apabila putra-putra Dhrtarastra dengan senjata di tangan membunuhku dalam pertempuran, sementara aku tetap tak melawan dan tanpa senjata

Sanjaya berkata:

Setelah berkata demikian, di medan pertempuran itu, Arjuna duduk terhenyak di keretanya, membuang busur dan anak-anak panahnya, dengan semangat yang diliputi oleh kedukaan

Dalam Upanisad dari Bhagavadgita, ilmu pengetahuan Yang Mutlak, sastra Yoga dan percakapan antara Sri Krsna dan Arjuna, ini merupakan bab pertama yang berjudul ‘Keragu-raguan Arjuna’.


samkhyayoga

Atha Dwitiyo ‘Dhyayah

Bab II

Samkhya Yoga

Sanjaya berkata:

Kepada (yang) diliputi dengan perasaan belas kasihan; yang pelupuk matanya dipenuhi dengan air mata dan kesedihan yang mendalam serta tertekan dalam pikirannya, Madhusudana (Krsna) berkata sebagai berikut:

Sri Bhagavan (Krsna) bersabda:

Dari manakah datangnya kedukaan dan patah semangat di saat yang kritis ini? (Sifat yang demikian) itu tak dikenal oleh orang-orang mulia (tidak diperkenankan oleh orang-orang Aryan); ia tak akan membawa(mu) menuju surga (dan di bumi ini) itu akan menyebabkan dipermalukan (orang), wahai Arjuna

Jangan biarkan kelemahan itu, wahai Partha (Arjuna), karena hal ini bukan sifatmu. Buanglah sikap pengecut yang tidak ada artinya ini dan bangkitlah, wahai Parantapa (penakluk musuh-musuh; Arjuna)

Arjuna berkata:

Bagaimana (mungkin) aku mampu menyerang kakek Bhisma dan guru Drona, yang patut kuhormati itu, wahai Madhusudana (Krsna), dengan menggunakan anak-anak panah dalam pertempuran ini, wahai Arisudana (pembantai musuh-musuh; Krsna)

Di dunia ini lebih baik menjadi pengemis peminta-minta dari pada membunuh para guru mulia ini. Walaupun mereka mabuk duniawi, mereka tetap sebagai guruku; dan dengan membunuhnya, aku hanya akan menikmati kesenangan duniawi ini dengan lumuran darah.

Kita tidak tahu pasti yang manakah yang lebih baik; apakah kita menumpas mereka ataukah mereka menumpas kita. Putra-putra Dhrtarastra yang apabila kita bunuh dan tidak memperdulikan kehidupannya, semuanya berdiri di depan kita dalam formasi siap tempur.

Keadaanku merasa terpukul oleh kelemahan akan rasa iba (sentimental) dan pikiranku bingung tentang tugas kewajibanku. Aku bertanya kepada-Mu, jelaskanlah secara pasti, manakah yang lebih baik. Aku adalah murid-Mu, jelaskanlah padaku, yang berlindung pada-Mu.

Aku tidak melihat apa yang akan menyingkirkan kesedihan yang menghentikan indra-indraku ini, walaupun aku menjadi kaya dan mendapatkan kerajaan yang tak tertandingi di bumi ini, ataupun penguasaan atas para dewa

Sanjaya berkata:

Setelah mengutarakan keluhannya kepada Hrsikesa (Krsna), Gudakesa (Arjuna) yang perkasa berkata kepada Govinda (Krsna): “Aku tak mau bertempur”, dan diam terhenyak.

Kepada yang tertimpa perasaan tertekan di tengah-tengah kedua pasukan itu, wahai Bharata (Dhrtarastra), sambil tersenyum Hrsikesa (Krsna) menyampaikan kata-kata ini:

Sri Bhagava (Krsna) bersabda:

Engkau bersedih terhadap mereka yang tak patut kamu sedihi, namun kamu berbicara tentang kebijaksanaan. Orang bijaksana tak akan bersedih baik terhadap mereka yang hidup maupun yang mati

Tak pernah ada saat-saat dimana Aku, engkau dan para raja manusia tak pernah ada, bahkan di masa depan manakala kita semua berhenti adanya

Seperti halnya sang roh yang melewatkan waktunya dalam badan ini dari masa kanak-kanak, remaja dan usia tua, demikian juga bila ia berpindah ke badan yang lainnya. Orang bijaksana tak akan terbingungkan oleh hal ini.

Wahai putra Kunti, munculnya dan hilangnya ketidakkekalan dari kesukaan dan kedukaan itu seperti datang dan perginya musim panas dan musim dingin. Hal tersebut muncul dari persepsi indrawi, wahai Bharata (Arjuna), karenanya belajarlah untuk menanggungnya tanpa terlekat

Orang yang tak tergoyahkan oleh hal-hal ini, wahai pemimpin di antara manusia (Arjuna), yang tegap (menganggap) sama dalam menerima kedukaan dan kesenangan, yang bijaksana menjadikan dirinya layak untuk hidup abadi.

Yang bukan keberadaan, tak akan pernah ada; dari keberadaan ini tak akan berhenti adanya. Kedua hal ini telah dipahami oleh para pengamat kebenaran.

Ketahuilah bahwa yang meliputi semuanya ini tak dapat dimusnahkan. Terhadap keberadaan yang abadi ini, tak seorangpun dapat memusnahkannya.

Dikatakan bahwa badan dari perwujudan (roh) abadi yang tak termusnahkan dan yang tak terukur ini akan berakhir juga. Oleh karena itu bertempurlah, wahai Bharata (Arjuna).

Ia yang berpikir bahwa Ia membunuh dan ia yang berpikir bahwa Ia terbunuh; keduanya gagal untuk memahami kebenaran; (karena) Dia tak membunuh maupun terbunuh.

Dia tak pernah lahir ataupun mati kapanpun juga, demikian pula setelah ada tak akan berhenti untuk tetap ada. Dia tak terlahirkan, kekal, abadi dan dari jaman dahulu tetap demikian selamanya. Dia tak akan terbunuh manakala badan terbunuh.

Ia yang mengetahui bahwa Dia tak termusnahkan dan abadi, tak terciptakan dan kekal, bagaimana pribadi semacam itu dapat membunuh seseorang, waha Partha (Arjuna), ataupun menyebabkan seseorang untuk membunuh?

Bagaikan seseorang yang menanggalkan pakaian usang dan mengenakan pakaian lain yang baru, demikianlah roh yang berwujud mencampakkan badan lama yang telah usang dan mengenakan badan jasmani yang baru.

Senjata apapun tak dapat melukai sang diri ini; api tak dapat membakar-Nya; air tak dapat membasahi-Nya dan anginpun tak dapat mengeringkan-Nya.

Dia tak dapat dilukai ataupun dibakar; Dia juga tak terbasahi ataupun terkeringkan. Dia bersifat abadi, meliputi segalanya, tak berubah dan tak bergerak; dan tetap sama selamanya.

Dia dikatakan tak termanifestasikan, tak terpikirkan dan tak berubah-ubah. Oleh karena itu, ketahuilah Dia sebagaimana adanya, engkau hendaknya jangan berduka.

Walaupun seandainya engkau berpikir bahwa sang diri itu terus menerus lahir dan mati, namun, wahai yang berlengan perkasa (Arjuna), janganlah engkau bersedih

Bagi seseorang yang lahir, kematian sudahlah pasti dan pasti ada kelahiran bagi mereka yang mati; sehingga terhadap hal yang tak terelakkan ini, janganlah engkau berduka.

Makhluk-makhluk pada awalnya tak berwujud, berwujud di tengah-tengah dan tak berwujud kembali pada akhirnya, wahai Bharata (Arjuna). Apa yang mesti diratapi?

Seseorang memandang-Nya sebagai hal yang mengagumkan, yang lain menggambarkan tentang Dia sebagai suatu yang mengagumkan; yang lainnya lagi mendengar tentang Dia sebagai sesuatu yang mengagumkan; namun setelah mendengarkan ini semua, tak seorangpun dapat memahami-Nya.

Penghuni badan setiap orang, wahai Bharata (Arjuna), semuanya abadi dan tak pernah dapat dibunuh. Karenanya, engkau tak perlu bersedih atas kematian makhluk apapun.

Selanjutnya, setelah menyadari akan tugas kewajibanmu, engkau hendaknya jangan gentar; karena di sana tak ada kebaikan yang lebih besar bagi seorang Ksatriya dibandingkan dengan pertempuran yang dilandasi dengan kewajiban untuk melakukan hal itu.

Berbahagialah para Ksatriya, wahai Partha (Arjuna), yang mendapat kesempatan berperang seperti itu, karena tanpa harus berusaha keras, pintu surga telah terbuka baginya.

Tetapi, apabila engkau tidak melakukan perang menegakkan keadilan ini, lalu engkau akan kehilangan kehormatanmu serta tertimpa oleh dosa-dosa.

Di samping itu, orang akan terus membicarakan nama burukmu dan bagi seseorang yang terhormat, mendapat nama buruk itu lebih menyakitkan dari pada kematian.

Para pahlawan agung akan mengira bahwa engkau telah mengundurkan diri dari pertempuran karena takut (pengecut) dan mereka yang pernah memujamu akan menganggapmu hina dan mencemooh dirimu

Banyak caci maki dilontarkan kepadamu oleh musuh-musuhmu, dengan meremehkan serta merendahkan kekuatannmu. Adakah yang lebih menyedihkan dari hal itu?

Andaikatapun engkau tewas, engkau akan pergi ke surga, atau kalau engkau menang, engkau akan menikmati dunia ini; oleh karena itu bangkitlah, wahai putra Kunti (Arjuna), maju bertempur.

Bertempur dengan tidak menganggap senang dan menderita, laba dan rugi, menang dan kalah. Dengan demikian engkau tidak melakukan dosa.

Inilah kebijaksanaan Samkhya yang kuberikan padamu, wahai Partha (Arjuna). Sekarang dengarkan kebijaksanaan Yoga dan apabila kecerdasanmu mampu memahaminya, engkau akan mampu melepaskan ikatan karma.

Di jalan ini, tak ada usaha yang sia-sia dan tak ada rintangan yang tak teratasi; bahkan walaupun sedikit dari dharma ini sudah cukup untuk membebaskan dari ketakutan yang mengerikan.

Dalam hal ini, wahai Kurunandana (Arjuna), mereka yang berada pada jalan ini adalah yang pikirannya sudah bulat, pemahamannya menyatu; sedangkan yang pikirannya masih ragu-ragu, pemahamannya bercabang dan tak ada habis-habisnya.

Orang-orang munafik, yang hanya mempercayai apa yang tersurat dalam kitab Veda yang menyatakan bahwa tak ada hal lainnya lagi, wahai Partha, sifatnya hanya berdasarkan pada keinginan dan nafsu untuk mencapai surga dan mereka menyatakan kata-kata yang muluk-muluk bahwa kelahiran kembali merupakan hasil dari kegiatan kerja; dan untuk mendapatkan kenikmatan dan kekuasan mereka mengajarkan berbagai macam upacara ritual khusus.

Kecerdasan yang membedakan antara benar dan salah dari mereka yang terikat dengan kenikmatan dan kekuasaan serta mereka yang pikirannya terpengaruhi oleh kata-kata (Veda) yang semacam itu tak akan dapat berkonsentrasi pada sang Diri.

Kegiatan dari triguna (tiga sifat alam) adalah masalah pokok dari kitab Veda, tetapi engkau hendaknya membebaskan dirimu dari padanya, wahai Arjuna, bebaskan pula dirimu dari dualitas (pasangan yang saling bertentangan) dan mantapkan pikiranmu pada kemurnian, jangan memperdulikan tentang masalah duniawi dan berkonsentrasi pada sang Diri.

Seperti kegunaan sebuah kolam di daerah banjir, dengan air yang melimpah di mana-mana, demikian pula kitab Veda bagi para Brahmana yang bijaksana.

Tugasmu kini hanyalah berbuat dan jangan sekali-kali mengharap akan hasilnya; jangan sekali-kali hasil yang menjadi motifmu ataupun sama sekali terikat dengan tanpa kegiatan

Mantapkanlah dalam Yoga dan lakukanlah kegiatanmu, wahai Dananjaya (Arjuna), lepaskan keterikatan dan tetap teguh baik dalam keberhasilan maupun kegagalan, karena ketenangan pikiran itu disebut sebagai Yoga

Sungguh sangat rendah derajat mereka yang hanya bekerja tanpa pendisiplinan kecerdasan (buddhiyoga), wahai Dhananjaya (Arjuna), berlindunglah pada kecerdasan. Kasihan mereka yang mengharapkan hasil dari kegiatan kerja.

Orang yang telah mempersatukan kecerdasannya dengan yang bersifat Ilahi, bahkan telah melepaskan yang baik maupun yang buruk. Karenanya, usahakanlah untuk melakukan yoga, sebab yoga merupakan ketrampilan dalam kegiatan kerja

Orang bijaksana yang telah menyatukan kecerdasannya (dengan yang bersifat Ilahi), dengan melepaskan hasil dari kegiatan yang dilakukannya dan terbebas dari belenggu kelahiran kembali serta mencapai keadaan yang tanpa penderitaan lagi.

Apabila kecerdasanmu telah melampaui kekeruhan khayalan, lalu engkau bersikap sama dan netral terhadap apa yang telah didengar maupun yang akan didengar.

Apabila kecerdasanmu, yang dikacaukan oleh naskah-naskah Veda telah mantap tak tergoyahkan lagi dan tetap stabil dalam samadhi, maka engkau dikatakan telah mencapai penglihatan batin (yoga)

Arjuna bertanya:

Apakah tanda-tanda orang yang memiliki kebijaksanaan yang mantap, yang teguh dalam melakukan samadhi, wahai Kesava (Krsna)? Bagaimanakah orang yang kecerdasannya telah mantap itu berbicara, duduk dan cara berjalannya?

Sri Bhagavan bersabda:

Bilamana seseorang telah dapat menyingkirkan segala keinginannya, wahai Partha (Arjuna), dan manakala jiwanya telah merasa terpuaskan pada dirinya sendiri, maka mereka itulah yang disebut sebagai orang yang kecerdasannya stabil.

Ia yang pikirannya tak terusik di tengah-tengah kesenangan; yang nafsu, rasa takut dan kemarahannya telah lenyap, ia disebut seseorang Muni yang teguh iman.

Ia yang tanpa rasa keterikatan lagi, yang tiada bersenang hati maupun bersedih dalam perolehan yang baik maupun yang buruk dikatakan berada dalam kecerdasan yang mantap

Ia yang menarik semua indra dari obyek-obyeknya, seperti kura-kura yang menarik anggota badannya masuk ke dalam cangkangnya, demikianlah orang yang kecerdasannya seimbang dalam suka maupun duka.

Obyek-obyek indra akan lenyap dari pikiran orang yang menjalani pengekangan diri, tetapi selera ke arah sana masih tetap ada Namun hal inipun akan lenyap pula apabila Yang Tertinggi telah dapat dihayati.

Walaupun seseorang senantiasa berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan, wahai putra Kunti (Arjuna), indra-indranya yang liar akan berusaha untuk menyeret pikirannya dengan paksa.

Setelah mengendalikan semua indranya, ia hendaknya tetap mantap dalam melaksanakan yoga yang intensif kepada-Ku; karena ia yang indra-indranya terkendalikan, kecerdasannya juga akan turut termantapkan

Bila orang selalu memikirkan obyek-obyek indra, akan timbul keterikatan terhadapnya. Dari sana muncul keinginan dan dari keinginan timbullah kemarahan.

Dari kemarahan timbullah kebingungan, dari kebingungan hilangnya ingatan dan dari hilangnya ingatan, kecerdasan terhancurkan. Dari hancurnya kecerdasan membawanya pada kemusnahan.

Tetapi orang yang pikirannya mantap, yang hidup di tengah-tengah obyek-obyek indra, dengan indra-indra yang terkendalikan sempurna, bebas dari keterikatan dan kebencian, mencapai kemurnian jiwa

Dan dalam jiwa yang murni segala penderitaan musnah dan kecerdasan dari orang semacam itu akan segera dapat dimantapkan

Bagi mereka yang pikirannya tak terkendalikan, kecerdasannya juga lenyap; demikian juga bagi pikiran yang tak terkendalikan kekuatan konsentrasinya pun lenyap. Tanpa konsentrasi tak mungkin adanya kedamaian dan ketiadaan kedamaian mana mungkin ada kebahagiaan, bukan?

Bila pikiran masih tetap mengejari indra-indra yang mengembara ia akan membawa serta kemampuan pemahaman (kecerdasan), ibarat angin yang menghanyutkan perahu di samudera luas

Oleh karena itu, wahai Yang berlengan perkasa (Arjuna), mereka yang mampu menarik indra-indra dari obyek-obyeknya, kecerdasannya pun akan termantapkan.

Apa yang merupakan malam hari bagi semua makhluk, merupakan saat terjaga bagi yang berjiwa mantap; dan apa yang merupakan siang hari bagi semua makhluk, merupakan saat malam bagi jiwa yang tercerahi

Seperti semua air sungai yang mengalir menuju lautan, yang tetap tenang, demikianlah segala keinginan yang memasuki jiwa orang yang bijaksana, mencapai kedamaian dan bukan bagi mereka yang senantiasa melepaskan nafsu keinginannya.

Ia yang mencampakkan segala keinginannya dan bertindak bebas tanpa keinginan, tanpa perasaan “kemilikan” dan “keakuan”, akan mencapai kedamaian dalam jiwanya.

Ini merupakan kondisi ilahi (brahmisthiti), wahai Partha, dan mereka yang telah mencapai tingkatan ini tak lagi terbingungkan; bahkan saat ajal tiba ia tetap termantapkan dalam kondisi tersebut dan mencapai kebahagian Brahman (brahmanirwana)

Di sini berakhir bab kedua dari Upanisad Bhagawadgita, ajaran tentang Brahmawidya dan yogasastra, berupa percakapan antara Sri Krsna dan Arjuna, yang berjudul ‘SAMKHYA YOGA’


Tritiyo’dhyayah

Bab III

Karma Yogah

Arjuna bertanya:

Bila Engkau beranggapan bahwa jalan ilmu pengetahuan lebih mulia dari pada jalan kegiatan, wahai Janardana (Krsna), lalu mengapa Engkau menyuruhku untuk melakukan kegiatan yang kejam ini, wahai Kesava?

Dengan uraian-Mu yang membingungkan pikiranku itu, katakanlah dengan pasti satu-satunya jalan yang dapat aku jalani untuk mencapai kebahagiaan tertinggi itu.

Sri Bhagavan bersabda:

Wahai Anagha (Arjuna), di dunia ini sejak dahulu telah Ku-ajarkan dua macam jalan dalam kehidupan ini, yaitu: jalan pengetahuan bagi mereka yang suka melakukan perenungan dan jalan kegiatan kerja bagi mereka yang bersemangat untuk bekerja

Bukan dengan tidak bekerja orang mencapai kesempurnaan, ataupun hanya dengan penyangkalan kegiatan kerja orang mencapai kesempurnaan.

Tak seorangpun dapat tetap tanpa melakukan kegiatan kerja walau sesaat saja, karena setiap orang dibuat tak berdaya oleh kecenderungan-kecenderungan alam untuk melakukan kegiatan kerja

Mereka yang menahan organ-organ kegiatannya, namun masih tetap membayangkan segala kenikmatan indra-indranya dalam pikirannya, yang terbingungkan seperti itu dikatakan sebagai orang munafik

Tetapi, orang yang dapat mengendalikan indra-indranya dengan pikiran, wahai Arjuna, dan tanpa keterikatan dengan terlibatnya organ-organ kegiatan di jalan kerja, ia adalah orang yang utama

Lakukanlah kegiatan yang diperuntukkan bagimu, karena kegiatan kerja lebih baik dari pada tanpa kegiatan; dan memelihara kehidupan fisik sekalipun tak dapat dilakukan tanpa kegiatan kerja.

Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti (Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan itu dan jangan terikat dengan hasilnya.

Dahulu kala, Prajapati menciptakan manusia bersama-sama dengan pengorbanan dan berkata: “Dengan ini semoga engkau berbahagia melalui pengorbanan ini sebab akan melimpahkan engkau melampaui segala yang engkau inginkan untuk hidup bahagia dan mencapai pembebasan.”

Dengan melakukan ini engkau memelihara kelangsungan para dewa; semoga para dewata juga memberkahimu; dengan saling menghormati seperti itu, engkau akan mencapai kebajikan tertinggi.

Dihormati dengan pengorbanan seperti itu, para dewa akan memberkahi kesenangan yang kamu inginkan. Ia yang menikmati pemberian ini tanpa memberi balasan kepada mereka sesungguhnya adalah seorang pencuri.

Orang-orang baik yang makan sisa persembahan kurban akan terlepas dari segala dosa, tetapi orang-orang jahat yang mempersiapkan makanan hanya bagi dirinya sendiri, sesungguhnya mereka itu makan dosa.

Dari makananlah munculnya makhluk-makhluk ini; dan makanan muncul dari air hujan; dan air hujan terjadi karena adanya pengorbanan dan pengorbanan datangnya dari kegiatan kerja.

Ketahuilah bahwa asal mula dari kegiatan kerja itu dari kitab-kitab Veda dan Veda sendiri berasal dari Yang Abadi. Oleh karena itu, Veda yang maha luas itu senantiasa berkisar di antara pengorbanan.

Di dunia ini, mereka yang tidak ikut membantu memutar roda kehidupan ini, pada dasarnya bersifat jahat, memperturutkan nafsu semata dan mengalami penderitaan, wahai Partha

Tetapi, orang yang selalu bersenang hati pada sang Diri, yang selalu puas dengan sang Diri, yang selalu yakin dengan sang Diri, baginya tak ada lagi kegiatan kerja yang harus dilakukannya.

Di samping itu, di dunia ini ia telah tidak berniat lagi untuk mendapatkan apapun dari kegiatan yang dilakukannya dan juga tidak merasa rugi apapun dengan tidak bekerja. Ia tidak bergantung pada semua orang dengan harapan apapun juga.

Oleh karena itu, tanpa keterikatan, lakukanlah selalu kegiatan kerja yang harus dilakukan, karena dengan melakukan kerja tanpa pamrih seperti itu membuat manusia mencapai tingkatan tertinggi.

Bahkan dengan cara bekerja demikian itu Raja Janaka dan yang lainnya mencapai kesempurnaan. Engkau juga hendaknya melakukan kegiatan kerja dengan pandangan untuk memelihara dunia ini.

Apapun yang dilakukan orang besar, orang lain pun melakukan hal yang sama. Contoh apapun yang diberikannya, seluruh dunia mengikutinya.

Bagiku di ketiga dunia ini tak ada sesuatupun yang harus Ku-lakukan ataupun yang harus dicapai, wahai Partha (Arjuna); namun aku tetap sibuk terlibat dalam kegiatan kerja.

Karena, apabila Aku tidak selalu bekerja tanpa jemu-jemunya, wahai Partha (Arjuna), manusia dalam segala hal akan mengikuti jalan-Ku

Bila Aku berhenti bekerja, dunia ini akan mengalami kehancuran dan Aku akan menjadi pencipta kehidupan yang kacau balau dan menghancurkan penghuni dunia ini.

Seperti orang bodoh yang bekerja karena pamrih dari kegiatan kerjanya, demikian pula hendaknya orang terpelajar bekerja, wahai Bharata (Arjuna), tetapi tanpa pamrih dan semata-mata dengan keinginan untuk memelihara kesejahteraan tatanan dunia ini saja.

Para jnanin hendaknya jangan membingungkan pikiran orang-orang bodoh yang terikat melakukan kegiatannya. Mereka yang tercerahi melakukan segala kegiatan kerja dalam semangat yoga untuk memberi contoh yang lainnya.

Sementara segala jenis kegiatan kerja dilakukan oleh guna (sifat) dari prakrti, ia yang dibingungkan oleh rasa keakuannya berpendapat bahwa “Akulah si pelakunya.”

Tetapi, mereka yang mengetahui karakter sebenarnya dari perbedaan antara guna dan kegiatan kerja mereka, wahai yang berlengan perkasa (Arjuna), akan dapat memahami bahwa guna hanya mempengaruhi guna sebagai obyek, dan tak akan terikat dengannya.

Mereka yang ditipu oleh guna dari prakrti terikat pada kegiatan kerja yang dihasilkannya. Tetapi bagi mereka yang mengetahuinya janganlah membingungkan pikiran orang-orang bodoh yang hanya mengetahui sebagian kecil saja.

Dengan memasrahkan segala kegiatan kerja kepada-Ku, dengan kesadaran yang termantapkan pada sang Diri, terbebas dari keinginan dan keakuan, berjuanglah kamu, bebaskan dirimu dari gejolak mental.

Mereka yang penuh keyakinan dan bebas dari hal-hal yang remeh secara konstan mengikuti ajaran-Ku ini juga terbebaskan dari belenggu kegiatan kerja.

Tetapi, mereka yang mencela ajaran-Ku dan tidak mengikutinya, ketahuilah bahwa mereka itu buta terhadap segala kebijaksanaan, tersesat dan tanpa perasaan.

Bahkan orang-orang yang berpengetahuan juga berbuat sesuai dengan sifatnya. Semua makhluk bertindak mengikuti sifat-sifatnya. Apa yang dapat diselesaikan dengan menekannya?

Karena, setiap keterikatan dan kebencian dimantapkan pada obyek-obyek indra tersebut. Jangan ada yang menyerah terhadap pengaruhnya, karena keduanya itu merupakan halangan saja.

Lebih baik melakukan dharmanya sendiri walaupun tidak sempurna dari pada melaksanakan dharma orang lain walaupun dikerjakan dengan sempurna. Lebih baik mati dalam menyelesaikan dharmanya sendiri dari pada mengikuti dharma orang lain yang berbahaya.

Arjuna bertanya:

Tetapi dengan apakah seseorang didorong untuk berbuat dosa, wahai Warsneya (Krsna), seakan-akan dipaksa, walaupun bertentangan dengan kehendaknya sendiri?

Sri Bhagavan bersabda:

Itulah kemarahan, nafsu yang berasal dari guna rajas yang sangat merusak dan sangat berdosa. Ketahuilah bahwa itu adalah musuh.

Seperti api yang diselimuti asap, seperti cermin yang diselimuti debu, seperti janin yang terbungkus dalam kandungan, demikianlah hal ini diselubungi oleh (sifat rajas) itu.

Wahai putra Kunti (Arjuna), kecerdasan ini ditutupi oleh api keinginan yang tak pernah puas ini, yang merupakan musuh utama bagi para bijak

Indra-indra, pikiran dan kecerdasan dikatakan sebagai tempat kedudukannya. Dengan terselubunginya kebijaksanaan oleh ini, ia mengelirukan sang roh (penghuni badan) ini.

Oleh karena itu, wahai yang terbaik dari wangsa Bharata (Arjuna), kendalikanlah indra-indramu sejak awal dan musnahkanlah perusak kebijaksanaan dan kemampuan pembeda, yang penuh dosa itu.

Orang mengatakan bahwa indra-indra itu besar; lebih besar dari pada indra adalah pikiran; lebih besar dari pada pikiran adalah kecerdasan; tetapi lebih besar dari pada kecerdasan itu adalah Dia.

Jadi, dengan mengetahuinya, yang melampaui kecerdasan itu, dengan mengendalikan sang diri (yang lebih rendah) dengan Diri yang lebih tinggi, wahai Yang berlengan perkasa (Arjuna), musnahkanlah musuh-musuh yang berwujud keinginan itu, yang sulit untuk diatasi.

Inilah akhir dari bab ketiga yang berjudul KARMA YOGA


CATURTHO ‘DHYAYAH

BAB IV

Jnana Yoga

Sri Bhagavan bersabda:

Aku telah menyampaikan yoga abadi ini kepada Wiwaswan; Wiwaswan menyampaikannya pada Manu dan Manu mengajarkannya kepada Ikswaku.

Demikianlah yoga ini diteruskan secara turun menurun dan para penasehat (pendeta) kerajaan mengetahuinya hingga lenyap dari dunia ini melalui perjalanan waktu yang panjang, wahai Paramtapa (Arjuna)

Yoga tua yang sama ini pulalah yang kini Aku ajarkan kepadamu, sebab engkau adalah pengikut-Ku dan kawan-Ku; dan yoga ini sangatlah rahasia.

Arjuna bertanya:

Kelahiran-Mu adalah belakangan dan kelahiran Wiwaswan lebih dahulu. Bagaimana aku dapat memahami bahwa Engkau telah menyampaikannya kepadanya pada awalnya?

Sri Bhagavan bersabda:

Banyak kehidupan yang telah Aku jalani di masa lalu, demikian juga engkau, wahai Arjuna, semuanya itu Aku mengetahuinya, tetapi engkau tidak, wahai Paramtapa (Arjuna)

Walaupun Aku tak terlahirkan, abadi dan penguasa segala makhluk, namun dengan menundukkan Prakrti-Ku sendiri. Aku mewujudkan diri-Ku, melalui kekuatan Maya-Ku

Manakala kebajikan (dharma) akan mengalami kemusnahan dan kebatilan (adharma) merajalela, wahai Bharata (Arjuna), maka Aku menjelmakan diri-Ku

Demi untuk melindungi para sadhu (orang-orang suci) serta untuk memusnahkan orang-orang jahat dan demi untuk menegakkan dharma (kebajikan), Aku menjelma dari masa ke masa

Ia yang mengetahui kelahiran dan kegiatan ilahi-Ku yang sejati, tak akan menjelma kembali setelah menanggalkan badan jasmaninya dan datang kepada-Ku, wahai Arjuna

Terlepas dari hawa nafsu, rasa takut dan kemarahan, terserap di dalam-Ku, berlindung pada-Ku, banyak orang yang tersucikan oleh laku tapa kebijaksanaan yang telah mencapai kondisi keberadaan-Ku

Jalan apapun orang memuja-Ku, pada jalan yang sama Aku memenuhi keinginanyna, wahai Partha, karena pada semua jalan yang ditempuh mereka, semuanya adalah jalan-Ku

Mereka yang menginginkan hasil dari kegiatan kerjanya di bumi ini, menghaturkan upacara kurban kepada para dewa, dan karenanya hasil dari kegiatan kerja di dunia manusia ini sangat cepat datangnya.

Empat macam tatanan masyarakat (catur warna), Aku yang menciptakannya sesuai dengan pembagian sifat dan kegiatan kerja. Tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku yang menciptakannya, Aku bukanlah pelaku dan tanpa perubahan

Kegiatan kerja tidak berakibat pada-Ku; dan juga Aku tak mengharapkan hasil dari padanya. Mereka yang mengetahui Aku demikian itu, tak terikat lagi oleh kegiatan kerja.

Jadi, dengan mengetahui bahwa kegiatan kerja juga dilakukan oleh orang-orang jaman dahulu yang mencari kelepasan, maka engkau juga hendaknya melakukan kegiatan kerja seperti yang dilakukan orang-orang jaman dahulu tersebut.

Apakah kerja itu? Apakah yang tak kerja itu? Bahkan orang-orang bijak pun bingung tentang hal ini. Aku akan memberitahumu apa yang disebut kegiatan kerja dan dengan mengetahuinya engkau akan terbebas dari dosa.

Seseorang harus memahami apa yang dimaksud dengan kegiatan kerja, demikian juga kegiatan yang salah dan ia juga harus memahami arti tidak kerja. Memang sulit untuk dapat memahami makna kegiatan kerja tersebut.

Ia yang melihat tidak kerja dalam kegiatan kerja dan kegiatan kerja dalam tidak kerja, adalah orang bijaksana di antara kelompok manusia, seorang yogin dan pelaku semua kegiatan kerja.

Ia yang melakukan kegiatan yang seluruhnya bebas dari pamrih, yang kegiatan kerjanya dibakar oleh api kebijaksanaan (jnana), oleh para bijak ia disbut sebagai orang yang terpelajar

Setelah melepaskan keterikatan terhadap hasil dari kegiatan kerja, senantiasa dalam keadaan puas tanpa ketergantungan pada apapun, ia sesungguhnya tidak melakukan apa-apa walaupun senantiasa sibuk dalam kegiatan kerja.

Tanpa memiliki keinginan, dengan hati dan sang diri yang sepenuhnya terkendalikan, dengan melepaskan segala miliknya, hanya melakukan kegiatan dengan badan jasmani, dia tak akan berdosa.

Ia yang senantiasa puas dengan apapun yang ada, yang telah mengatasi dualitas (dari rasa senang dan susah), yang terbebas dari rasa iri dan dengki serta tetap tenang dalam keberhasilan maupun kegagalan, walaupun ia bekerja namun tak akan terbelenggu.

Kegiatan kerja seseorang yang keterikatannya telah dipisahkan, yang terbebas dan pikirannya terpancang pada kebijaksanaan, yang melakukan kegiatan kerja sebagai yajna, seluruh kegiatannya akan lebur dengan sendirinya.

Baginya, kegiatan persembahan adalah Tuhan, persembahannya sendiri adalah Tuhan. Oleh Tuhan haturan itu dipersembahkan ke dalam api Tuhan. Tuhanlah yang dicapainya, yang mewujudkan Tuhan dalam kegiatan kerjanya.

Beberapa orang yogi mempersembahkan yajna kepada para dewa, sementara yang lainnya mempersembahkan yajna dengan yajna itu sendiri, ke dalam api Yang Tertinggi (Tuhan)

Beberapa orang mempersembahkan pendengaran dan indra-indra lainnya dalam api pengekangan; yang lainnya mempersembahkan suara dan obyek-obyek indra lainnya dalam api indra-indra

Beberapa orang lainnya lagi mempersembahkan seluruh kegiatan indra-indra dan kegiatan kekuatan vitalnya ke dalam api yoga pengendalian diri, yang dinyalakan oleh ilmu pengetahuan.

Beberapa orang lainnya mempersembahkan harta bendanya sebagai korban, atau kegiatan tapah ataupun latihan spiritual (yoga) nya, sementara yang lainnya mempersembahkan pikiran dan beberapa orang yang bernazar (bersumpah berat) mempersembahkan studi dan ilmu pengetahuannya.

Yang lainnya lagi, yang taat melakukan pengendalian nafas, setelah melakukan penahanan nafas prana (nafas keluar) dan apana (nafas masuk), mempersembahkan prana sebagai korban ke dalam apana dan nafas apana ke dalam prana.

Sementara yang lainnya, dengan pengaturan makanan, mempersembahkan nafas kehidupan sebagai korban ke dalam nafas kehidupan. Semuanya ini adalah yang mengetahui tentang yajna dan dengan yajna dosa-dosa mereka terhapuskan

Mereka yang makan makanan suci sisa persembahan akan mencapai Yang Mutlak abadi; dunia ini bukan dimaksudkan bagi mereka yang tidak melakukan yajna, apalagi untuk dunia lainnya, wahai Kurusattama (Arjuna)

Jadi, banyak bentuk upacara korban yang dihaturkan kepada Brahman (yang dilakukan untuk dapat mencapai-Nya). Ketahuilah bahwa semuanya ini berasal dari kegiatan kerja, sehingga dengan mengetahui hal ini engkau akan terbebaskan.

Ilmu pengetahuan sebagai yajna, lebih unggul dari pada yajna material apapun, wahai Paramtapa (Arjuna), karena segala kegiatan kerja tanpa kecuali memuncak dalam kebijaksanaan, wahai Partha (Arjuna)

Belajarlah, bahwa dengan sujud bersembah, dengan bertanya dan dengan pelayanan; orang-orang bijaksana yang telah melihat kebenaran mengajarmu dalam ilmu pengetahuan.

Bila engkau telah mengetahui hal itu, engkau tak akan terbingungkan lagi, wahai Pandawa (Arjuna), karena dengan ini engkau akan melihat semua eksistensi tanpa kecuali ada pada sang Diri, dan di dalam-Ku

Walaupun seandainya engkau paling berdosa di antara semua orang yang berdosa, engkau akan dapat menyeberangi segala kejahatan dengan perahu kebijaksanaan ini saja.

Seperti api yang menyala, membakar habis kayu bakar menjadi abu, wahai Arjuna, demikian pula api kebijaksanaan membakar habis segala kegiatan kerja menjadi abu.

Di bumi ini tak ada yang menyamai kemurnian kebijaksanaan. Mereka yang menjadi sempurna melalui yoga, dalam perjalanan waktu akan menemukan Sang Diri dalam dirinya sendiri.

Ia yang memiliki keyakinan, yang terserap di dalam kebijaksanaan dan yang telah menundukkan indra-indranya, akan memperoleh kebijaksanaan dan setelah memperoleh kebijaksanaan, dengan cepat ia akan mendapatkan kedamaian tertinggi.

Tetapi, orang yang bodoh, yang tidak memiliki keyakinan, yang bersifat ragu-ragu, akan musnah. Bagi yang ragu-ragu, tak ada kebahagiaan baik di dunia ini maupun di dunia sana nantinya.

Kegiatan kerja tak akan membelenggu mereka yang telah melepaskan segala kegiatan kerja dengan yoga, yang telah memusnahkan segala keragu-raguannya dengan kebijaksanaan dan yang senantiasa bersandar pada Sang Diri, wahai Dhananjaya (Arjuna)

Oleh sebab itu, setelah memotong keragu-raguan dengan pedang ilmu pengetahuan (kebijaksanaan) dalam hati yang berasal dari ketidaktahuan, berlindunglah pada yoga dan bangkitlah, wahai Bharata (Arjuna)

Inilah akhir bab ke IV, percakapan yang berjudul JNANA YOGA


PANCAMO’DHYAYAH

BAB V

Karma Samnyasa Yoga

Arjuna bertanya:

Wahai Krsna, Engkau memuji penyangkalan kegiatan kerja dan juga pelaksanaan kegiatan kerja tanpa pamrih. Katakanlah kepadaku dengan pasti, yang manakah yang lebih baik di antara keduanya ini?

Penyangkalan dari kegiatan kerja dan pelaksanaannya yang tanpa pamrih keduanya mengantarkan pada pembebasan roh. Tetapi dari keduanya itu, yang lebih baik adalah pelaksanaan kegiatan kerja tanpa pamrih

Ia yang tidak membenci ataupun berkeinginan, dikenal sebagai orang yang senantiasa dalam semangat penyangkalan; karena terbebas dari dualitas dia dengan mudah terbebaskan, wahai Mahabahu (Arjuna)

Orang-orang bodoh yang mengatakan tentang penyangkalan dan pelaksanaan kegiatan kerja sebagai berbeda, bukanlah orang bijaksana. Ia yang mempersiapkan dirinya baik-baik terhadap salah satu dari padanya akan memetik hasil dari keduanya

Kedudukan yang dicapai oleh orang dengan penyangkalan kerja juga dicapai oleh orang dengan kegiatan kerja. Ia yang melihat kedua jalan tersebut sebagai satu, ia lah sesungguhnya yang telah melihat.

Tetapi, penyangkalan kerja sulit dicapai tanpa yoga, wahai Mahabahu (Arjuna), orang bijak yang bersemangat dalam melakukan yoga, dengan segera mencapai Yang Mutlak (Tuhan)

Orang yang terlatih dalam jalan kegiatan dan hatinya murni, yang menguasai dirinya dan yang telah menaklukkan indra-indranya, yang jiwanya menjadi Sang Diri semua makhluk, tak akan tercemari oleh kegiatan kerja, walaupun ia bekerja.

Orang yang disatukan dengan Yang Ilahi dan mengetahui kebenaran akan berpikir “Aku sama sekali tidak berbuat apapun” walaupun sedang melihat, mendengar, menyentuh, membaui, mengecap, berjalan, tidur maupun bernafas

Dalam berbicara, melepaskan, meraih, membuka dan menutup mata ia hanya menganggap bahwa hanya indra-indra sajalah yang bergerak di antara obyek indra-indra.

Ia yang bekerja setelah melepaskan keterikatan serta mempersembahkan kegiatan kerjanya kepada Tuhan, tak akan tersentuh oleh dosa, bagaikan daun teratai, yang tak terbasahi oleh air.

Para yogi yang melaksanakan kegiatan kerja hanya dengan badan jasmani, pikiran, pengertian atau hanya dengan indra-indra, melepaskan keterikatan, demi untuk pemurnian jiwanya.

Seorang pengabdi mencapai kedamaian dengan melepaskan keterikatan pada hasil kegiatan kerja, tetapi mereka yang tidak menyatukan jiwanya dengan yang Ilahi, didorong oleh keinginan-keinginan dan terikat dengan hasil kegiatan kerja sehingga mereka terbelenggu.

Seorang pengabdi mencapai kedamaian dengan melepaskan keterikatan pada hasil kegiatan kerja, tetapi mereka yang tidak menyatukan jiwanya dengan yang Ilahi, didorong oleh keinginan-keinginan dan terikat dengan hasil kegiatan kerja sehingga mereka terbelenggu.

Sang Diri sebagai penguasa tidak menciptakan pelaku bagi orang-orang maupun berbuat. Dia juga tidak mengkaitkan kegiatan kerja dengan hasilnya. Sifatnya kegiatan kerja itu sendirilah terjadi.

Roh Yang meliputi segalanya ini tidak menerima dosa maupun kebajikan siapapun. Kebijaksanaan tertutupi oleh ketidaktahuan, sehingga makhluk-makhluk terbingungkan olehnya.

Tetapi bagi mereka yang ketidaktahuannya telah dimusnahkan oleh kebijaksanaan, kebijaksanaan itu akan memperlihatkan Diri Tertinggi seperti matahari.

Dengan memikirkan-Nya, mengarahkan segenap kesadaran kepada-Nya, menjadikan-Nya sebagai tujuan utama, menjadikan-Nya sebagai satu-satunya obyek pemujaannya, mereka mencapai keadaan tanpa jalan kembali dan dosa-dosanya akan terhapus oleh kebijaksanaan itu.

Orang bijak melihat dengan pandangan yang sama, baik seorang Brahmana terpelajar dan rendah hati, seekor sapi, seekor gajah, atau bahkan seekor anjing atau seorang yang berkelahiran hina.

Bahkan di bumi sebagai ciptaan ini diatasi oleh mereka yang pikirannya mantap dalam keseimbangan; karena Tuhan Maha Sempurna dan bertindak sama terhadap semuanya. Oleh karena itu, orang semacam ini senantiasa mantap pada Tuhan.

Seseorang hendaknya tidak bergembira dalam mendapatkan apa yang menyenangkan, ataupun bersedih menerima apa yang tak menyenangkan. Ia yang pemahamannya mantap dan tak terbingungkan, yang mengetahui Tuhan seperti itu tetap teguh dalam Tuhan

Bila jiwanya tak lagi terikat dengan hubungan (obyek) eksternal, seseorang akan menemukan kebahagiaan yang ada dalam Sang Diri. Orang semacam itu, yang dirinya terkendali dalam Yoga pada Tuhan (Brahman) akan menikmati kebahagiaan abadi.

Kesenangan apapun yang berasal dari hubungan dengan obyek-obyek, hanya merupakan sumber kesedihan, karena ia memiliki awal dan akhir, wahai putra Kunti (Arjuna). Tak seorang bijaksanapun yang tertarik dengannya.

Ia yang mampu menahan nafsu keinginan dan kemarahan; bahkan disini ( di bumi ini) sebelum ia menanggalkan badan jasmaninya, ia adalah seorang yogi, orang yang berbahagia.

Ia yang menemukan kebahagiaan dalam dirinya, kegembiraan dan hanya cahaya batin dalam dirinya, maka yogin yang seperti itu menjadi bersifat Ilahi dan mencapai kerajaan Tuhan (brahmanirwana).

Orang suci yang dosa-dosanya termusnahkan, yang keragu-raguannya terhapuskan, yang pikirannya telah didisiplinkan dan yang bergembira melakukan kebajikan pada semua makhluk, mencapai penyatuan dengan Tuhan.

Bagi para yati yang bebas dari keinginan dan kemarahan dan telah menaklukkan pikirannya dan yang memiliki pengetahuan tentang Sang Diri, dekat dirinya terdapat sikap-sikap Ilahi.

Dengan memutuskan semua obyek eksternal, dengan mengkonsentrasikan pandangan mata di antara kedua alis mata, bahkan dengan mengatur masuk dan keluarnya nafas lewat lubang hidung, orang-orang suci yang telah mengendalikan indra-indra, pikiran dan kecerdasannya serta berniat mendapat kelepasan, mencampakkan segala keinginan, rasa takut dan kemarahan, senantiasa berada dalam kebebasan.

Dan setelah mengetahui Aku sebagai penikmat yajna dan tapah, sebagai Penguasa Tertinggi dari seluruh dunia, Kawan bagi semua makhluk, para bijak mencapai kedamaian tertinggi.

Di sini berakhir bab ke V, percakapan yang berujudl KARMA SAMNYASA YOGA


Sasto’dhyayah

Bab VI

Dhyana Yogah

Sri Bhagavan bersabda:

Ia yang melakukan kegiatan kerja tanpa mengharapkan hasil dari kegiatan, adalah seorang samnyasin dan juga seorang yogin, bukan mereka yang tidak menyalakan api suci dan melakukan upacara ritual.

Apa yang mereka sebut penyangkalan, adalah yang mengetahui kegiatan disiplin, wahai Pandawa (Arjuna), karena tak seorangpun dapat menjadi seorang yogin sebelum mereka melepaskan tujuan pamrihnya.

Kegiatan kerja dikatakan sebagai cara orang bijaksana yang menginginkan mencapai yoga; bila ia telah mencapai yoga, ketenanganlah yang dikatakan sebagai intinya.

Bila seseorang tidak lagi terikat pada obyek indra-indra atau kegiatan kerja dan telah melepaskan segala keinginan, maka ia dikatakan telah mencapai yoga.

Biarlah seseorang mengangkat dirinya oleh dirinya sendiri, jangan biarkan dia merendahkan dirinya, karena hanya sang Diri lah satu-satunya kawan dan dirinya dan sang Diri pulalah satu-satunya sebagai musuhnya.

Bagi mereka yang telah menundukkan sang diri (yang lebih rendah) dengan Sang Diri (yang lebih tinggi), Sang Diri itu akan menjadi teman, tetapi bagi mereka yang belum mampu menaklukkannya, Sang Diri ini akan bertindak sebagai seorang musuh dengan rasa permusuhan.

Apabila seseorang telah dapat menaklukkan sang diri (yang lebih rendah) dan telah mencapai ketenangan dalam penguasaan diri, Sang Diri Tertinggi senantiasa berada dalam konsentrasi kedamaian dalam panas dan dingin, dalam senang dan susah, dalam pujian dan hinaan.

Yoga yang jiwanya terpuaskan dengan kebijaksanaan dan pengetahuan, yang tak berubah serta penguasa dari indra-indranya, yang memandang segumpal tanah, sebongkah batu dan sekeping emas sebagai sama, dikatakan sebagai terkendalikan dalam yoga.

Ia yang berpikiran seimbang di antara kawan, rekan dan musuh, antara mereka yang netral dan menengah, di antara yang dibenci dan kerabat, di antara para orang suci dan para pendosa, adalah yang utama.

Biarlah sang yogi berusaha secara konstan untuk mengkonsentrasikan pikirannya (pada Diri Tertinggi), dengan tetap dalam kesendirian terpencil, dengan diri terkendali, bebas dari keinginan dan kerinduan akan kekayaan.

Setelah mempersiapkan tempat duduk yang bersih, yang tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah, yang ditutupi dengan hamparan rumput suci, kulit rusa dan sepotong kain di atas yang lainnya. Di sana, dengan menempati tempat duduknya, membuat pikirannya menyatu dan mengendalikan pemikiran serta indra-indranya, biarlah dia melaksanakan yoga guna pemurnian jiwanya.

Dengan menjaga badan, leher dan kepala tetap tegak dan diam, dengan memandang ujung hidungnya tanpa memandang berkeliling (tanpa membiarkan matanya melihat kemana-mana). Tenteram dan tanpa ketakutan, mantap dalam wrata selibat (pembujangan), dengan menundukkan pikiran, biarlah dia duduk dengan menyelaraskan pikirannya yang ditujukan pada-Ku dan hanya tertuju pada-Ku saja.

Yogi yang senantiasa mampu menundukkan pikirannya, dan menjaga dirinya tetap selaras, mencapai kedamaian sebagai nirwana tertinggi, yang berada dalam diri-Ku

Sesungguhnya, yoga bukanlah bagi mereka yang makan terlalu banyak atau sama sekali tidak makan. Wahai Arujua, itupun bukan bagi mereka yang terlalu banyak tidur ataupun terlalu banyak terjaga.

Bagi orang yang teratur dalam makanan dan rekreasi, yang terkendali dalam kegiatan kerjanya, yang tidur dan jaganya teratur, secara pasti yoga (disiplin) ini akan memusnahkan kesedihannya.

Bila pikiran yang terdisiplinkan itu dimantapkan pada Sang Diri saja, serta dibebaskan dari segala keinginan, maka ia dikatakan telah diselaraskan dalam yoga.

Bagaikan lampu pada tempat yang tanpa angin yang nyalanya tak tergoyahkan seperti itulah pikiran sang yogi yang tertundukkan dalam melaksanakan penyatuan dengan Sang Diri.

Bahwa, ketika pemikiran berada dalam ketentraman, terkendalikan oleh pelaksanaan konsentrasi, yang memandang Sang Diri melalui Sang Diri dan bergembira dalam Sang Diri. Bahwa, ia akan menemukan kegembiraan tertinggi, yang dirasakan oleh kecerdasan dan di luar pencapaian indra-indra; di sana ia dimantapkan dan tak lagi terjatuh dari kebenaran. Bahwa, dalam pencapaiannya ia berpikir tak ada perolehan yang lebih besar dari pada itu, yang kemantapannya tak tergoyahkan walaupun oleh kesedihan yang terberat sekalipun. Ketahuilah bahwa itu dinamakan yoga, ketiadaan hubungan penyatuan dengan penderitaan. Yoga ini hendaknya dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati.

Dengan melepaskan segala keinginan tanpa perkecualian, yang berasal dari kehendak akan pamrih, dengan pengendalian segala indra pada segala sisi dengan pikiran.

Biarkanlah dia lambat laun menjadi tenang dengan penalaran yang dikendalikan oleh kemantapan dan setelah mengkonsentrasikan pikiran pada Sang Diri, jangan biarkan dia berpikir pada yang lainnya lagi.

Apapun yang membuat pikiran tidak mantap dan goyah terombang ambing, biarlah ia tertahan dan dikembalikan lagi dalam pengendalian Sang Diri saja.

Karena, kebahagiaan tertinggi sampai pada para yogi yang pikirannya penuh kedamaian, yang nafsu-nafsunya telah mengendap, yang tanpa noda dan menjadi satu dengan Brahman.

Jadi, dengan membuat sang diri senantiasa selaras, sang yogi yang telah terlepas dari dosa dengan mudah mengalami kebahagiaan tak terbatas dari hubungannya dengan Yang Abadi.

Ia yang sang dirinya diselaraskan oleh yoga melihat Sang Diri yang bersemayam dalam semua makhluk dan semua makhluk dalam Sang Diri, di mana-mana ia melihat hal yang sama.

Ia yang melihat Aku dimana-mana dan melihat semua di dalam-Ku; Aku tidak pernah hilang dari mereka ataupun mereka hilang dari-Ku

Sang Yogi yang teguh dalam kesatuan, memuja Aku yang bersemayam dalam semua makhluk; bagaimanapun aktifnya dia berada di dalam-Ku.

Ia yang melihat segala sesuatunya dalam gambarannya sendiri, wahai Arjuna, apakah dalam kesenangan ataupun dalam kesengsaraan, ia dianggap sebagai seorang yogi yang sempurna.

Arjuna bertanya:

Yoga yang Engkau nyatakan ini sebagai sifat dari keseimbangan (ketenangan pikiran), wahai Madhusudana (Krsna), namun aku tidak melihat dasar yang mantap, karena ketidaktenangan pikiran.

Sebab, pikiran itu sungguh-sungguh gampang berubah, wahai Krsna, ia sangat liar, kuat dan keras kepala. Aku pikir pengendaliannya sama sulitnya dengan mengendalikan angin.

Sri Bhagavan bersabda:

Tanpa keraguan lagi, wahai Mahabahu (Arjuna), pikiran memang sulit untuk dikendalikan dan selalu bergoyang, tetapi ia dapat dikendalikan, wahai putra Kunti (Arjuna), dengan pelaksanaan yang konstan dan ketidakterikatan.

Aku juga setuju bahwa yoga itu sulit untuk dicapai oleh mereka yang tidak mengendalikan dirinya; tetapi pengendalian diri itu dapat dicapai dengan selalu beusaha melalui cara yang benar.

Arjuna bertanya:

Ia yang tak dapat mengendalikan dirinya walaupun memiliki keyakinan dengan pikiran yang mengembara jauh dari yoga yang gagal untuk mencapai kesempurnaan dalam yoga, hasil apakah yang akan dicapainya, wahai Krsna?

Apakah ia tak dapat lenyap seperti tebaran awan-awan, wahai Krsna, yang rontok dari keduanya tanpa pegangan apapun dan kebingunan di jalan menuju Yang Abadi?

Engkau harus melenyapkan keragu-raguan ini sepenuhnya, wahai Krsna, karena tak seorangpun selain daripada-Mu yang mampu melenyapkan kebingunan ini.

Sri Bhagavan bersabda

Wahai Partha (Arjuna), baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan nantinya tak ada kebinasaan baginya; karena tak pernah seseorang yang menapak jalan kebajikan, wahai kawan, akan menapak jalan kesusahan

Setelah mencapai dunia kebajikan dan berdiam di sana selama waktu yang sangat lama, orang yang gagal dalam melaksanakan yoga kembali lahir pada keluarga yang murni dan makmur.

Atau, ia mungkin lahir pada keluarga para yogi yang diberkahi kebijaksanaan. Karena kelahiran semacam itu lebih sukar diperoleh di dunia ini.

Di sana ia mendapatkan kembali kesan-kesan mental yang telah dikembangkan dalam kehidupannya terdahulu; dan dengan itu sebagai titik awalnya ia berusaha keras lagi untuk mencapai kesempurnaan, wahai Kurunandana (Arjuna)

Dengan pengalaman terdahulu, ia dipaksa untuk meneruskannya. Bahkan para pencari pengetahuan yoga saja akan melampaui aturan kitab Veda

Dan, para yogi yang berusaha dengan sekuat tenaga, dengan membersihkan segala dosa, menyempurnakan dirinya melalui banyak kehidupan, akan mencapai tujuan tertinggi.

Para yogin lebih mulia dari pada para pertapa; ia dianggap lebih mulia dari pada orang berpengetahuan, lebih mulia dari pada orang yang melaksanakan upacara ritual, sehingga untuk itu, jadilah seorang yogi, wahai Arjuna.

Dan dari semua yogin, ia yang penuh keyakinan memuja Aku, dengan sang diri batin yang bersemayam dalam diri-Ku, dia ku anggap sebagai yang paling sesuai bagi-Ku dalam Yoga.

Di sini berakhir bab VI, percakapan yang berjudul DHYANA YOGA


Saptamo’dhyayah

Bab VII

Jnana Vijnana Yoga

Sri Bhagavan bersabda:

Kini dengarkanlah, wahai Partha, bagaimana cara melaksanakan yoga dengan pikiran yang selalu tertuju pada-Ku, dengan Aku sebagai tempatmu berlindung dan tanpa diragukan lagi engkau akan mengetahui Aku sepenuhnya.

Aku akan menjelaskan kepadamu selengkapnya kebijaksanaan ini bersama-sama dengan pengetahuan dan dengan mengetahuinya tak ada lagi yang tersisa untuk diketahui

Di antara beribu-ribu orang hampir tak seorangpun yang berusaha mencapai kesempurnaan dan di antara mereka yang berjuang dan berhasil, hampir tak seorangpun yang mengetahui Aku dalam kebenaran.

Tanah, air, api, udara, akasa, pikiran dan akal serta rasa keakuan – ini merupakan 8 macam pembagian unsur alam-Ku

Ini adalah unsur alam-Ku yang lebih rendah. Ketahuilah unsur alam-Ku yqang lebih tinggi lainnya, yang merupakan sang roh, yang menyangga alam dunia ini, wahai Mahabahu (Arjuna)

Ketahuilah bahwa semua mahluk mempunyai asal kelahiran di sini. Aku adalah asal mula dari seluruh alam semesta ini, demikian pula penyerapannya kembali.

Tak ada sesuatupun yang lebih tinggi dari pada-Ku, wahai Dhanamjaya (Arjuna). Semua yang ada di sini terikat dengan-Ku bagaikan untaian permata pada seutas tali (benang).

Aku adalah rasa dalam air, wahai putra Kunti (Arjuna). Aku adalah sinar pada bulan dan matahari. Aku adalah pranawa, atau suku kata suci AUM dalam semua kitab Veda; Aku adalah suara pada ruang (akasa) dan kemanusiaan pada manusia.

Aku adalah keharuman murni pada tanah dan kecemerlangan dalam api. Aku adalah nyawa dalam seluruh eksistensi ini dan ostiriti (kesederhanaan) pada para pertapa

Ketahuilah, wahai Partha (Arjuna), bahwa Aku adalah benih abadi dari seluruh keberadaan ini. Aku adalah kecerdasan dari orang-orang cerdas. Aku adalah kesemarakan dari yang semarak.

Aku adalah kekuatan dari yang kuat, yang bebas dari keinginan dan nafsu. Pada mahluk-mahluk Aku adalah keinginan yang tidak bertentangan dengan hukum (dharma), wahai Bharatarsabha (Arjuna)

Dan bagaimanapun keadaan mahluk-mahluk itu, apakah mereka itu selaras (sattvika), penuh nafsu (rajasa), ataupun malas (tamasa), ketahuilah bahwa semuanya itu berasal dari Aku. Aku tak ada di sana, tetapi mereka ada pada-Ku

Dikelabui oleh ketiga macam sifat alam (guna) ini, seluruh dunia tidak mengenal Aku, yang mengatasi mereka dan kekal abadi.

Maya ilahi-Ku ini, yang mengandung ketiga sifat alam itu sulit untuk diatasi. Tetapi, mereka yang berlindung pada-Ku sajalah yang mampu untuk mengatasinya.

Para pelaku jahat yang dungu, yang berderajat rendah, yang pikirannya terselimuti ilusi dan yang memiliki sifat para asura, tidak berlindung pada-Ku

Orang-orang bajik yang memuja-Ku ada empat jenis, yaitu mereka yang sengsara, yang mencari pengetahuan, yang mencari kekayaan dan orang bijaksana, wahai Bharatarsabha (Arjuna)

Dari keempatnya ini, yang bijaksana, yang senantiasa berada dalam penyatuan terus-menerus dengan Yang Ilahi, yang pengabdiannya manunggal, adalah yang terbaik. Karena Aku sangat mengasihinya dan ia mengasihi Aku

Semuanya ini sungguh mulia, tetapi Aku memandang mereka yang bijaksana sungguh-sungguh adalah Diri-Ku sendiri; karena selama terselaraskan secara sempurna, ia berlindung hanya kepada-Ku sebagai tujuan tertingginya.

Pada akhir dari banyak kehidupan, orang bijaksana berlindung pada-Ku yang mengetahui bahwa semuanya ini adalah Wasudewa (Tuhan) saja adanya. Roh agung semacam itu sulit menemukannya.

Tetapi, mereka yang pikirannya tercemari oleh keinginan, berlindung pada para dewa lainnya dengan melakukan berbagai upacara ritual yang didorong oleh sifat-sifat mereka sendiri.

Apapun bentuk pemujaan yang dikehendaki para bhakta dengan keyakinannya, Aku buat keyakinannya itu mantap.

Dibekali dengan keyakinan itu, ia mencari kedamaian dari keyakinan tersebut dan dari sana ia memperoleh keinginannya, manfaat yang hanya diputuskan oleh-Ku saja

Tetapi, hasil yang diperoleh oleh orang yang berpikiran picik ini bersifat sementara saja. Para pemuja dewa pergi menuju para dewa, tetapi para bhakta-Ku akan sampai ke tempat-Ku

Orang yang tanpa pemahaman berpikir tentang Aku yang tak berwujud sebagai memiliki wujud, tidak mengetahui sifat-Ku yang lebih tinggi, tak berubah dan Tertinggi.

Diselubungi oleh daya kreatif (yogamaya)-Ku, Aku tak terlihat oleh semuanya. Dunia yang terbingungkan ini tidak mengetahui Aku yang tak terlahirkan, yang tak berubah.

Aku mengetahui mahluk-mahluk yang ada di masa lalu, yang ada sekarang, maupun yang akan muncul nantinya, wahai Arjuna, tetapi tak seorangpun dari mereka yang mengenal Aku

Semua mahluk lahir menuju khayalan, wahai Bharata (Arjuna), diatasi oleh dualitas pertentangan yang berasal dari nafsu kerakusan dan kebencian, wahai Paramtapa (Arjuna)

Tetapi mereka yang berbuat bajik, yang dosa-dosanya telah berakhir, bebas dari khayalan dualitas, memuja Aku dengan mantap dalam sumpah-sumpahnya

Mereka yang berlindung pada-Ku dan berusaha untuk terlepas dari usia tua dan kematian, mereka mengetahui Brahman Yang Mutlak seluruhnya mereka mengetahui Sang Diri dan segala hal tentang kegiatan kerja (karma).

Mereka yang mengetahui Aku sebagai Yang Tunggal, yang mengatur aspek material dan ilahi serta segala upacara kurban, dengan pikiran yang diselaraskan, mereka mendapat pengetahuan tentang Aku, meskipun di saat keberangkatan mereka (dari dunia ini).

Di sini berakhir bab VII, percakapan yang berjudul JNANA VIJNANA YOGA


Astamo’dhyayah

Bab VIII

Aksara Brahma Yoga

Arjuna bertanya:

Apakah Brahman (Yang Mutlak) itu? Apakah sang Diri (Adhyatma) dan apakah kegiatan kerja (karma) itu, wahai Purusottama (Krsna)? Apakah yang dikatakan sebagai bidang wilayah unsur-unsur (Adhibutam) itu? Apakah yang disebut bidang para dewa (Adhidaiva) itu?

Apa yang menjadi bagian dari adhiyajna dalam badan dan bagaimana itu. wahai Madhusudana (Krsna). Bagaimana pula Engkau dapat diketahui pada saat kematian dengan pengendalian sang diri?

Sri Bhagavan bersabda:

Brahman Yang Mutlak itu kekal abadi, Yang Tertinggi, dan sifat esensialnya disebut sebagai sang Diri. Karma adalah namya yang diberikan pada kekuatan kreatif yang memunculkan mahluk-mahluk

Dasar dari segala hal yang diciptakan adalah alam fana ini; dasar dari unsur ilahi adalah roh kosmis (semesta). Dan dasar dari segala upacara kurban di sini adalah Diri-Ku sendiri, wahai keberadaan berwujud yang terbaik (Arjuna).

Dan siapapun yang pada saat datangnya kematian, menanggalkan badan jasmani, senantiasa berpikir tentang Aku, ia akan sampai pada kedudukan-Ku, hal itu tak perlu diragukan lagi.

Keadaan apapun yang dipikirkannya pada saat-saat terakhir ketika menanggalkan badan jasmani, kesanalah ia akan sampai, wahai putra Kunti (Arjuna), karena ia senantiasa terserap dalam pemikiran hal itu saja.

Oleh karena itu, kapanpun juga ingatlah kepada-Ku dan berjuanglah. Bila pikiran dan kecerdasan senantiasa terpaku pada-Ku, tanpa diragukan lagi engkau akan sampai kepada-Ku

Ia yang senantiasa bermeditasi pada Pribadi Tertinggi dengan pemikiran yang disesuaikan dengan pelaksanaan yang terus menerus dan tidak mengembara kemana-mana terhadap yang lainnya lagi, wahai Partha (Arjuna), ia akan sampai pada Pribadi Ilahi Tertinggi

Ia yang memusatkan perhatiannya pada Yang Maha Tahu, yang terpurba, Yang Mahakuasa, yang lebih halus dari pada yang halus, sebagai penopang segalanya, yang wujudnya tak terpahami, yang kesemarakannya bagaikan matahari itu mengatasi kegelapan.

Ia yang berbuat demikian pada saat kematian tiba, dengan pikiran pengabdian yang mantap dan kekuatan yoga serta memantapkan nafas hidup di tengah-tengah kedua alis mata, ia mencapai Pribadi Ilahi Tertinggi

Aku akan melukiskan secara ringkas kepadamu keadaan yang disebut Abadi oleh mereka yang mengetahui kitab suci Veda, yang dimasuki para pertapa yang bebas dari nafsu dan yang diinginkan oleh mereka yang menjalani kehidupan pengendalian diri.

Semua gerbang dari badan dikendalikan, pikiran dikurung dalam hati, daya kehidupannya dipusatkan pada kepala, dan dimantapkan dalam konsentrasi dengan yoga.

Ia yang mengucapkan suku kata tunggal AUM, yaitu Brahman, dengan mengingat Aku ketika ia berangkat dengan menanggalkan badan jasmaninya, mencapai tujuan tertinggi.

Ia yang secara terus menerus memusatkan perhatiannya pada-Ku, tanpa memikirkan yang lainnya lagi, Aku mudah dicapai oleh mereka yang menjadi seorang yogi yang senantiasa berdisiplin (menyatu dengan Yang Tertinggi), wahai Partha (Arjuna)

Setelah sampai kepada-Ku para roh agung ini tak akan kembali lahir ke tempat kesengsaraan yang tidak kekal ini, karena mereka telah mencapai kesempurnaan tertinggi.

Dari wilayah kedudukan Brahma sang pencipta menurun, semua dunia mengalami kelahiran kembali, wahai putra Kunti (Arjuna), tetapi mereka yang mencapai Aku, tak akan lahir kembali ke dunia.

Mereka yang mengetahui bahwa satu hari Brahma adalah jangka waktu seribu yuga dan bahwa malam Brahma juga seribu yuga adalah yang mengetahui siang dan malam

Pada saat datangnya siang hari, segala yang berwujud muncul dari yang tak berwujud dan pada saat malam tiba mereka bergabung kembali dengan cara yang sama, yang disebut tak berwujud tersebut.

Kejamakan eksistensi yang sama ini, yang muncul berkali-kali, dengan tak berdaya bergabung kembali pada saat datangnya malam hari, wahai Partha (Arjuna), dan muncul kembali pada saat datangnya siang hari.

Tetapi, di luar dari yang tak bermanifestasi ini masih ada Keberadaan Abadi Tak berwujud yang tidak lenyap walaupun ketika segala keberadaan ini lenyap semuanya.

Yang tak Berwujud ini disebut ‘Abadi’, yang dikatakan merupakan tempat kedudukan Tertinggi. Mereka yagn mencapai-Nya tak akan kembali lagi. Itulah tempat-Ku yang Tertinggi

Inilah Pribadi Tertinggi, wahai Partha (Arjuna), sebagai tempat kediaman seluruh keberadaan, dan yang juga meresapi atau meliputinya, yang bagaimanapun juga dapat dicapai dengan pengabdian yang tak tergoyahkan.

Kini Aku akan menyatakan kepadamu, wahai Arjuna, saat para yogi yang meninggal tak kembali lagi dan juga saat bepergian mereka dan kembali lagi.

Api, cahaya, siang hari, malam cerah (purnama), enam bulan jalan matahari ke Utara, maka perjalanan roh mereka yang mengetahui Yang Mutlak akan pergi menuju-Nya

Asap, malam hari, dan juga masa gelap, enam bulan jalan matahari ke Selatan, maka yogi yang berangkat pada saat demikian akan mencapai cahaya bulan dan akan kembali lagi ke dunia ini.

Terang dan gelap, kedua jalan ini dianggap sebagai jalan abadi; oleh seseorang yang berangkat dan tak kembali dan oleh yang lainnya namun mereka kembali lagi.

Para yogi yang mengetahui kedua jalan ini, wahai Partha (Arjuna), tak pernah menjadi bingung. Oleh karena itu, wahai Arjuna, pada setiap waktu mantapkanlah dirimu dalam yoga.

Yogi yang setelah mengetahui semuanya ini, melampaui hasil-hasil dari perbuatan bajik yang ditandai dengan belajar kitab suci Veda, upacara kurban, melakukan tapah dan amal sedekah dan mencapai kedudukan yang utama dan tertinggi ini.

Di sini berakhir percakapan dalam bab VIII, yang berjudul Aksara Brahma Yoga


Navamo’dhyayah

Bab IX

Rajavidya Rajaguhya Yoga

Sri Bhagavan bersabda:

Kepadamu, yang tidak bersifat rewel, Aku akan menyatakan kebijaksanaan rahasia yang sangat mendalam ini yang dikombinasikan dengan pengetahuan; dan dengan mengetahuinya engkau akan dibebaskan dari segala kejahatan

Inilah ilmu pengetahuan tertinggi, rahasia tertinggi sebagai pensuci tertinggi , yang dapat diketahui dengan pengalaman langsung, yang sesuai dengan aturan, mudah dilaksanakan dan bersifat abadi.

Orang yang tidak memiliki keyakinan dengan cara ini tak akan mencapai Aku, wahai Paramtapa (Arjuna), dan akan kembali ke dunia kehidupan fana (samsara)

Seluruh alam raya ini terselimuti oleh-Ku melalui wujud-Ku yang tak termanifestasikan. Semua mahluk ada pada-Ku, tetapi Aku tak ada pada mereka.

Namun, mahluk-mahluk tidak berdiam pada-Ku; ketahuilah rahasia ilahi-Ku. Roh-Ku yang menjadi sumber dari segala mahluk menopang keberadaannya tetapi tidak berdiam pada mereka.

Seperti udara yang perkasa, yang bergerak di mana-mana, senantiasa berada di ruang angkasa (akasa), ketahuilah bahwa dengan cara yang sama seluruh keberadaan ini berada di dalam-Ku

Seluruh mahluk, wahai putra Kunti (Arjuna), masuk ke dalam sifat alam (prakrti)-Ku, pada setiap akhir siklus (kalpa) dan awal siklus (kalpa) berikutnya Aku kembalikan lagi mereka itu.

Diliputi oleh sifat alam (prakrti)-Ku ini, Aku kembalikan berulang kali seluruh mahluk ini yang tanpa daya berada di bawah pengendalian prakrti-Ku

Namun kegiatan kerja ini tidak mengikat-Ku, wahai Dhananjaya (Arjuna), yang duduk seakan-akan tak perduli, tak terikat dengan kegiatan tersebut.

Di bawah pengendalian-Ku, prakrti ini menyebabkan munculnya semua hal, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, dan dengan cara ini, wahai putra Kunti (Arjuna), dunia ini berputar.

Yang terbingungkan memandang rendah Aku yang mengenakan wujud manusia, tidak mengetahui hakekat-Ku yang lebih tinggi sebagai Penguasa dari segala eksistensi ini.

Dengan mengambil bagian dari sifat yang bukan sebenarnya dari para setan dan orang-orang jahat, aspirasi mereka sia-sia, kegiatan mereka sia-sia dan pengetahuan merekapun sia-sia dan mereka tanpa pertimbangan sama sekali

Roh-roh agung, wahai Partha (Arjuna), yang memiliki sifat ilahi, yang mengetahui Aku sebagai sumber abadi segala mahluk, memuja-Ku dengan pikiran yang mantap.

Dengan memuliakan Aku senantiasa, rajin dan mantap dalam sumpah, bersujud kepada-Ku dengan penuh pengabdian, mereka memuja-Ku dengan penuh disiplin

Yang lainnya lagi, berkurban dengan pengorbanan kebijaksanaan dan memuja-Ku sebagai Yang Tunggal, sebagai berbeda dan banyak, yang menghadap ke segala penjuru.

Aku adalah kegiatan ritual dan upacara kurban; Aku adalah persembahan leluhur dan reramuan obat-obatan; Aku adalah ucapan suci dan keju cair (reramuan persembahan api); Aku adalah api dan juga persembahan.

Aku adalah bapak, ibu, penopang dan kakek dari alam dunia ini, Aku juga adalah ilmu pengetahuan, pensuci dan suku kata AUM dan Aku adalah mantra-mantra Rig, Sama, dan juga Yajur Veda.

Aku adalah tujuan, pengemban, penguasa, saksi, tempat kediaman, perlindungan dan kawan. Aku adalah asal mula dan pelebur, dasar, tempat bersandar dan benih abadi.

Aku memberi kehangatan, Akulah yang menahan dan menurunkan hujan. Aku adalah keabadian dan juga kematian; Aku keberadaan dan juga bukan keberadaan, wahai Arjuna.

Mereka yang mengetahuai ketiga kitab suci Veda, yang minum sari soma dan dibersihkan dari dosa, yang memuja-Ku dengan upacara kurban, memohon jalan ke surga. Mereka mencapai wilayah suci Indra (Indraloka) dan menikmati kenikmatan para dewa di surga

Setelah menikmati dunia surga tak terbatas, mereka kembali ke dunia fana, ketika pahala mereka telah habis; demikianlah sesuai dengan ajaran yang dinyatakan oleh ketiga kitab suci Veda dan keinginan akan kenikmatan, mreka memperoleh keadaan yang selalu berubah.

Tetapi, mereka yang memuja-Ku dan hanya bermeditasi kepada-Ku saja, kepada mereka yang senantiasa gigih demikian itu, akan Aku bawakan segala apa yang belum dimilikinya dan akan menjaga apa yang sudah dimilikinya.

Bahkan mereka yang merupakan bhakta dari para dewa lain, yang memujanya dengan penuh keyakinan, mereka juga sebenarnya hanya memuja-Ku, wahai putra Kunti (Arjuna), walaupun tidak sesuai dengan hukum ajaran yang sebenarnya.

Karena, Aku adalah penikmat dan penguasa semua yajna; tetapi mereka tidak mengetahui-Ku dalam sifat-Ku yang sejati, sehingga mereka gagal dan kembali lagi.

Para pemuja dewa akan pergi kepada para dewa; para pemuja leluhur akan pergi kepada para leluhur dan yang berkorban pada roh alam akan pergi kepada roh alam, namun yang berkorban kepada-Ku akan datang kepada-Ku

Siapapun yang mempersembahkan kepada-Ku dengan penuh pengabdian selembar daun, setangkai bunga, sebutir buah ataupun setetes air. Aku terima persembahan yang dilandasi kasih sayang dan hati yang murni itu.

Apapun yang engkau kerjakan, apapun yang engkau makan, yang engkau persembahkan dan engkau amalkan; tapah apapun yang engkau laksanakan, wahai putra Kunti (Arjuna), lakukanlah itu sebagai persembahan kepada-Ku

Dengan demikian engkau akan terbebas dari belenggu kegiatan kerja yang berakibat baik maupun buruk. Dengan pikiran yang mantap pada penyangkalan, engkau akan terbebas dan mencapai Aku.

Aku sama bagi semua mahluk. Tak seorangpun yang terbenci ataupun tersayang, tetapi bagi mereka yang memuja Aku dengan penuh pengabdian, mereka ada pada-Ku dan Aku pada mereka.

Walaupun seandainya orang yang terjahat sekalipun, memuja Aku dengan pengabdian yang tak tergoyahkan, ia harus dianggap sebagai orang bajik, karena ia telah memutuskan jalan yang benar.

Dengan cepat ia akan menjadi orang bajik dan memperoleh kedamaian abadi, wahai putra Kunti (Arjuna), dan ketahuilah bahwa secara pasti para bhakta-Ku tak akan pernah termusnahkan.

Sebab, mereka yang berlindung pada-Ku, wahai Partha (Arjuna), walaupun mungkin berkelahiran rendah, para wanita, Waisya dan juga Sudra, mereka juga mencapai tujuan tertinggi.

Apa lagi para Brahmana suci dan pendeta kerajaan yang budiman; setelah berada di dunia kesedihan yang sementara ini, hendaknya memuja Aku.

Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbhaktilah pada-Ku; puja dan tunduklah pada-Ku, dan dengan mendisiplinkan dirimu serta menjadikan-Ku sebagai tujuan, engkau akan sampai kepada-Ku

Di sini berakhir bab IX, percakapan yang berjudul Rajavidya Rajaguhya Yoga


Dasamo’dhayah

Bab X

Vibhuti Yoga

Sri Bhagavan bersabda:

Di samping itu, wahai Mahabahu (Arjuna), dengarkanlah kata-kataKu yang termulia ini. Demi kebaikanmu, Aku akan menyatakannya sekarang kepadamu, yang merasa senang dengan kata-kataKu ini.

Baik para dewa maupun para rsi agung tidak mengetahui asal mula-Ku, karena Aku dalam segla hal merupakan sumber para dewa dan para rsi agung tersebut.

Ia yang mengetahui Aku, yang tak terlahirkan, tanpa awal dan juga pengasa agung dari alam semesta raya ini, di antara mahluk-mahluk fana, ia tak terbingungkan dan bebas dari segala dosa

Pemahaman, pengetahuan, bebas dari kebingungan, kesabaran, kebenaran, pengendalian diri dan ketenangan, kesenangan dan kedukaan, keberadaan dan ketidak adaan, ketakutan dan keberanian. Tanpa kekerasan, keseimbangan pikiran, kepuasan, kesederhanaan (tapah), amal sedekah, kemasyhuran dan kehinaan, semuanya ini adalah keadaan dari mahluk-mahluk yang hanya berasal dari Aku saja.

Ketujuh rsi agung dan empat Manu jaman dahulu, juga adalah dari sifat-Ku dan lahir dari pikiran-Ku dan dari mereka segala mahluk di dunia ini ada.

Ia yang mengetahuai kemuliaan dan daya kemampuan-Ku ini, akan disatukan dengan-Ku oleh yoga yang tak tergoyahkan; hal ini tak perlu diragukan lagi.

Aku adalah asal mula segalanya dan dari Aku seluruh ciptaan ini bermula. Dengan mengetahui hal ini, para bijak yang memiliki pendirian yang teguh memuja-Ku

Pemikiran mereka termantapkan pada-Ku dan segenap kehidupannya dipasrahakannya pada-Ku; dengan saling mencerahi dan senantiasa mempercakapkan-Ku mereka terpuaskan dan bersenang hati pada-Ku

Kepada mereka ini, yang secara terus menerus mengabdi dan memuja-Ku dengan cinta kasih, Aku menganugerahi konsentrasi pemahaman yang akan membawanya kepada-Ku

Akibat dari rasa kasih sayang kepada mereka itu, yang senantiasa tetap berada dalam keadaan-Ku yang sejati, Aku melenyapkan kegelapan yang berasal dari kebodohan, dengan lampu kebijaksanaan yang bersinar terang.

Arjuna berkata:

Engkau adalah Brahman Tertinggi, Tempat kediaman dan pemurni Tertinggi, Yang Abadi, Pribadi Ilahi. Yang Pertama dari segala dewa, tak Terlahirkan, Yang meliputi segalanya. Semua orang bijak mengatakan hal ini tentang Engkau, demikian pula rsi surgawi Narada dan juga Asita, Devala, Vyasa dan Engkau sendiri menyatakannya padaku.

Segala yang Engkau katakan ini, wahai Kesava (Krsna), aku menganggapnya sebagai benar adanya, baik para dewa maupun para raksasa tidak mengetahui manifestasi-Mu wahai Bhagavan

Sesungguhnya Engkau sendiri mengetahui Diri-Mu dengan Diri-Mu, wahai Purusa Utama (Krsna); sebagai sumber keberadaan ini, Penguasa mahluk-mahluk; Tuhannya para dewa dan Penguasa jagat raya ini.

Engkau harus menjelaskan tentang manifestasi Ilahi-Mu tanpa kecuali, yang meliputi segenap alam semesta ini, mendiami dan melampauinya.

Bagaimanakah aku dapat mengetahui Engkau, dengan meditasi yang terus-menerus, wahai Mahayogi? Dalam berbagai aspek apakah, wahai Bhagavan, aku dapat merenungkan-Mu

Ceritakanlah kepadaku secara rinci lagi, wahai Janardana (Krsna), tentang kekuasaan dan manifestasi-Mu; karena aku belum puas mendengarkan perkataan-Mu yang bagaikan nektar itu.

Sri Bhagavan bersabda:

Ya baiklah, Aku akan menyatakan kepadamu wujud ilahi-Ku, tetapi hanya yang penting-penting saja, wahai Kurusrestha (Arjuna), karena tak ada habisnya rincian wujud-Ku

Wahai Gudakesa (Arjuna), Aku adalah Sang Diri yang bersemayam dalam hati semua mahluk. Aku adalah permulaan, pertengahan dan penghabisan dari semua keberadaan ini.

Dari para Aditya, Aku adalah Visnu; dari yang bersinar Aku adalah Matahari yang cemerlang; dari para Marut. Aku adalah Marici; dan dari bintang-bintang, Aku adalah Bulan.

Diantara kitab Veda, Aku adalah Sama Veda; diantara para dewa Aku adalah Indra; diantara indra-indra Aku adalah pikiran dan diantara unsur-unsur Aku adalah kesadaran

Diantara para Rudra Aku adalah Samkara (Siva); diantara para Yaksa dan Raksasa Aku adalah Kubera; diantara para Vasu Aku adalah Agni dan diantara puncak gunung Aku adalah Meru

Diantara para pendeta keluarga, wahai Partha (Arjuna) ketahuilah bahwa Aku lah pemimpinnya, sebagai Brhaspati; diantara para panglima perang Aku adalah Skanda dan diantara danau-danau Aku adalah samudera

Diantara para rsi agung Aku adalah Brhgu; diantara ucapan suci Aku adalah aksara tunggal AUM; diantara persembahan Aku adalah persembahan meditasi hening (Japa) dan diantara benda-benda yang tak dapat bergerak Aku adalah gunung Himalaya

Dari segala pepohonan Aku adalah Asvattha dan diantara para rsi Ilahi aku adalah Narada; diantara para gandharva Aku adalah Citraratha dan diantara para orang sempurna Aku adalah Kapila Muni.

Ketahuilah bahwa diantara bangsa kuda Aku adalah Uccaihsrava, yang muncul dari madu nektar; diantara gajah perkasa Aku adalah Airavata dan diantara manusia Aku adalah maharaja

Dari segala senjata Aku adalah halilintar; dari bangsa sapi Aku adalah Kamadhuk (pemberi segala keinginan); diantara para pemberi keturunan Aku adalah Kandarpa dan diantara para ular Aku adalah Vasuki

Diantara para naga Aku adalah Ananta; diantara para penguasa air Aku adalah Varuna; diantara para roh leluhur Aku adalah Aryama dan diantara para penegak hukum Aku adalah Yama

Diantara para Daitya Aku adalah Prahlada; diantara para penghitung Aku adalah Kala (Waktu); diantara para binatang buas Aku adalah singa dan diantara para burung Aku adalah Garuda (putra Vinata)

Dari segala pensuci, Aku adalah angin; diantara para ksatriya Aku adalah Rama; diantara bangsa ikan Aku adalah Makara; dan diantara sungai-sungai Aku adalah sungai Gangga (Jahnavi)

Dari penciptaan, wahai Arjuna, Aku adalah permulaan dan akhir serta juga pertengahan; dari segala ilmu pengetahuan Aku adalah ilmu tentang sang Diri (Atman); dan dari mereka yang berdiskusi Aku adalah dialektika

Dari semua alfabet, Aku adalah huruf A dan dari paduan kata-kata, Aku adalah kata majemuk; Aku juga adalah waktu yang tiada hentinya dan Aku adalah pengembara yang menghadap segala penjuru.

Aku adalah kematian, pelahap semuanya dan asal mula dari apapun yang akan terjadi; dan dari mahluk wanita Aku adalah kemasyhuran, kemakmuran, ucapan, ingatan, kecerdasan, kemantapan dan kesabaran.

Demikian pula halnya, diantara puji-pujian Aku adalah Brhatsama; diantara mantram Veda Aku adalah Gayatri; diantara bulan-bulan Aku adalah Margasirsa dan diantara musim Aku adalah musim semi.

Diantara para penipu Aku adalah perjudian; diantara yang indah Aku adalah kejelitaan; Aku adalah kemenangan; Aku adalah usaha dan Aku adalah kebaikan dari yang baik.

Diantara para Vrsni Aku adalah Vasudeva; dari para Pandava Aku adalah Dhananjaya (Arjuna); diantara para bijak Aku adalah Vyasa dan diantara para kawi (penyair) Aku adalah Usana.

Diantara mereka yang berhak menghukum Aku adalah tongkat penghukumnya; dari mereka yang mencari kemenangan Aku adalah taktik yang bijaksana; dari hal-hal yang rahasia Aku adalah kebungkaman dan dari mereka yang mengetahui kebijaksanaan Aku adalah kebijaksanaan itu sendiri.

Dan selanjutnya, wahai Arjuna, apapun yang menjadi benih dari seluruh keberadaan ini, Akulah adanya; karena tak ada sesuatupun yang dapat ada baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, tanpa Aku.

Tak ada akhir dari manifestasi-Ku, wahai Paramtapa (Arjuna). Apa yang telah Aku nyatakan itu hanya ilustrasi dari kemuliaan-Ku yang tak terbatas

Segala apapun yang ada disana, yang memiliki kemuliaan, anugerah keindahan dan kekuatan, ketahuilah bahwa itu berasal dari kesemarakan fragmen-Ku

Tetapi, apa gunanya bagimu, wahai Arjuna, pengetahuan yang rinci semacam itu? Aku menunjang alam semesta raya ini dan meliputinya dengan sekelumit bagian kecil dari pada-Ku

Di sini berakhir bab X dari percakapan yang berjudul VIBHUTI YOGA


Ekadaso’dhyayah

Bab XI

Visvarupa Darsana Yoga

Arjuna berkata:

Oleh rahasia tertinggi berupa wejangan yang berkenaan dengan sang Diri, yang telah Engkau berikan kepadaku atas anugerah-Mu, sekarang keragu-raguanku telah hilang.

Kelahiran dan kepunahan segala sesuatunya telah kudengar secara rinci dari-Mu, wahai yang bermatakan seperti bunga daun teratai (Krsna), demikian pula keagungan-Mu yang abadi.

Benarlah apa yang telah Engkau nyatakan tentang keberadaan diri-Mu, wahai Penguasa Tertinggi; tetapi aku berkeinginan untuk menyaksikan wujud Ilahi-Mu, wahai Purusottama (Krsna)

Wahai Prabhu (Krsna), bila Engkau berpendapat bahwa itu dapat aku saksikan, mohon perlihatkan kepadaku Sang Diri Abadi tersebut, wahai Yogesvara (Krsna)

Sri Bhagavan bersabda:

Saksikanlah kini wujud-Ku, wahai Partha (Arjuna), ratusan, ribuan, berbagai jenis gambaran Ilahi dengan berbagai ragam wujud dan warnanya.

Lihatlah para Aditya, Rudra, Asvin kembar dan juga para Marut, wahai Bharata (Arjuna), banyak keajaiban yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Sekarang disini, lihatlah seluruh alam semesta, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak serta apapun yang ingin kamu saksikan, wahai Gudakesa (Arjuna), semuanya menyatu dalam diri-Ku

Tetapi engkau tak akan dapat menyaksikan Aku dengan mata manusiamu itu. Aku akan memberimu mata supra natural, lihatlah kekuasaan Ilahi-Ku

Sanjaya berkata:

Setelah berkata demikian, wahai sang Raja, Hari sebagai Yogesvara kemudian memperlihatkan Wujud Ilahi dan Tertinggi-Nya kepada Partha (Arjuna)

Dengan banyak mulut dan mata, dengan banyak visi luar biasa, banyak perhiasan ilahi serta senjata terhunus. Dengan mengenakan kalung rangkaian bunga dan pakaian surgawi, dengan wewangian dan minyak surgawi, yang semuanya gilang gemilang menakjubkan, tak terbatas, dengan muka menghadap ke segala arah.

Bila sinar ribuan matahari sekaligus bercahaya semarak di angkasa, itu mungkin menyerupai kesemarakan dari Perwujudan yang sangat agung tersebut.

Di sana Pandava (Arjuna) menyaksikan seluruh alam semesta dengan berbagai macam bagian yang dikumpulkan jadi satu pada badan dewanya para dewa

vishvarupa

Kemudian ia, Dhananjaya (Arjuna), yang tersentak perasaannya dengan rasa kagum dan bulu romanya berdiri, membungkukkan kepalanya kepada Yang Kuasa dengan tangan mencakup dalam bersembah, lalu berkata:

Arjuna berkata:

Dalam Wujud-Mu, wahai Tuhan, aku melihat seluruh dewa dan juga berbagai tingkat keberadaan, demikian pula Brahma sang pencipta yang duduk pada singgasana teratai dan semua orang bijak dan para naga surgawi.

Aku melihat-Mu dalam wujud tak terbatas pada segala sisi, dengan tangan, perut, muka dan mata yang tak terhitung banyaknya, tetapi aku tak melihat akhir, pertengahan, dan permulaan-Mu, wahai Penguasa Alam Semesta dengan Wujud Universal.

Aku melihat-Mu dengan mahkota, gada, cakram yang berkilau-kilauan di mana-mana bagaikan kilatan sinar yang sulit untuk membedakannya, yang gemerlapan pada semua sisi dengan pancaran nyala api dan matahari, yang tak ada bandingannya.

Engkau adalah Yang Abadi, Yang Tertinggi yang harus diwujudkan. Engkau adalah tumpuan akhir dari alam semesta dan Engkau adalah pengawal dharma yang kekal. Kupikir Engkau adalah Pribadi Tertinggi.

Aku memandang-Mu sebagai tanpa awal, pertengahan ataupun akhir, dengan kekuasaan tak terbatas, tangan yang tak terhitung banyaknya, dengan bulan dan matahari sebagai mata-Mu, dengan muka bagaikan nyala api, yang pancarannya membakar alam semesta ini.

Ruang antara surga dan bumi terliputi oleh-Mu saja, demikian pula seluruh penjuru semesta, wahai Mahatman (Krsna), ketika wujud-Mu yang menakutkan, menakjubkan itu terlihat, ketiga dunia ini gemetar ketakutan.

Di sana sekelompok besar para dewa memasuki-Mu dan beberapa kelompok lain dalam ketakutan dengan cakupan tangan memuja-Mu dan kumpulan para rsi serta para siddha menyerukan kata “svasti”, dan memuji-muji-Mu dengan kidung-kidung pujian.

Para Rudra, Aditya, Vasu, Sadhya, Visvedeva, Asvin kembar, Marut dan para Usmapa (roh leluhur) serta para Gandharva, Yaksa, Asura dan para Siddha, yang semuanya kagum memandang-Mu

Melihat wujud-Mu yang mahaagung dengan mulut dan mata yang banyak itu, wahai Mahabahu (Krsna), dengan banyak sekali lengan, paha dan kaki; dengan banyak perut ditambah dengan taring yang sangat mengerikan, seluruh alam semesta gemetaran, demikian pula Aku.

Ketika aku melihat-Mu yang menyentuh langit, yang cemerlang dengan berbagai warna, dengan mulut yang terbuka lebar dan mata lebar bersinar, hati kecilku gemetar ketakutan dan aku merasakan ketidakmantapan dan kedamaian, wahai Visnu.

Ketika aku melihat mulut-Mu yang mengerikan dengan taring-taringnya seperti kobaran api pralaya, aku kehilangan arah dan tak menemukan kedamaian. Wahai Penguasa para dewa, tempat berlindung segenap alam semesta, berbaik hatilah padaku.

Disini semua putraputra Dhrtarastra bersama-sama dengan para raja lainnya, demikian juga Bhisma, Drona dan Karna bersama dengan para panglima perang di pihak kami. Semuanya berduyun-duyun masuk ke dalam mulut-Mu yang menakutkan dengan taring-taring yang mengerikan. Beberapa orang tersangkut diantara gigi-gigi terlihat dengan kepalanya yang remuk jadi tepung.

Seperti arus sungai-sungai yang banjir mengalir menuju lautan, demikian pula para pahlawan dunia manusia ini berlomba-lomba masuk ke dalam mulut-Mu yang menyala berkobar-kobar.

Bagaikan kerumunan ngengat yang beterbangan masuk ke dalam kobaran api untuk musnah di sana, demikian juga manusia berlarian masuk ke dalam mulut-Mu dengan sangat kencangnya untuk kehancuran mereka sendiri.

Melahap seluruh alam semesta pada segala sisi dengan mulut-Mu yang menyala berkobar-kobar, Engkau menjilat semuanya. Sinar-Mu yang menggelora memenuhi segenap alam semesta dan membakarnya dengan kilauan cahaya yang dashyat, wahai Visnu (Krsna)

Beritahukanlah kepadaku siapakah yang berwujud menyeramkan ini. Aku bersujud kepada-Mu Dewata Agung, ampunilah aku. Aku ingin mengetahui Engkau, yang Maha Esa, karena aku tidak mengetahui kegiatan-Mu ini.

Sri Bhagavan bersabda:

Aku adalah waktu (kala), sebagai pemusnah alam dunia yang tumbuh menjadi masak dan terlibat di sini dalam memusnahkan dunia ini. Bahkan tanpa kegiatanmu, seluruh pasukan yang berdiri dalam formasi tempur ini akan musnah semuanya.

Oleh karena itu, bangkitlah engkau dan raihlah kemenangan. Taklukkan musuh-musuhmu dan nikmatilah kerajaan yang makmur sejahtera. Sebenarnya mereka semua telah Aku musnahkan; sedangkan engkau hanyalah alat belaka, wahai Savyasacin (Arjuna)

Bunuhlah Drona, Bhisma, Jayadratha, Karna dan para pahlawan agung lainnya, yang semuanya telah Aku musnahkan. Janganlah gentar; bertempurlah dan engkau harus menaklukkan musuh-musuh dalam peperangan ini.

Sanjaya berkata:

Setelah mendengar ucapan Kesawa (Krsna) seperti itu, Kiritin (Arjuna) dengan cakupan tangan dan gemetaran, kembali bersujud dan membungkukkan dirinya dengan sangat ketakutan mengucapkan suara tersendat gemetaran kepada Krsna:

Arjuna berkata:

Wahai Hrsikesa (Krsna), benarlah bahwa dunia merasa bergembira dan senang dalam memuliakan-Mu. Para Raksasa lari ketakutan ke segala arah dan semua kumpulan para siddha bersujud di hadapan-Mu, bersembah.

Dan mengapa mereka tidak memberi-Mu penghormatan, wahai Mahatma (Krsna), yang lebih agung dari pada Brahma, pencipta pertama? Wahai Keberadaan Takterbatas. Penguasa para dewa, tumpuan alam semesta; Engkau adalah abadi, keberadaan dan bukan keberadaan dan yang melampauinya.

Engkau adalah Pribadi Pertama, Yang Pertama dari para dewa, sebagai Tumpuan Alam Semesta yang Tertinggi. Engkau adalah yang mengetahui dan yang harus diketahui serta menjadi tujuan utama. Dan oleh-Mu jualah alam semesta ini diliputi, wahai Yang Berwujud Semesta

Engkau adalah Vayu (dewa angin), Yama (dewa kematian), Agni (dewa api), Varuna (dewa laut), dan Sasarika (bulan) dan Prajapati (leluhur semua mahluk). Bagi-Mu kuucapkan Svasti, svasti ribuan kali. Svasti, svasti berkali-kali

Sembah sujud di depan-Mu, di belakang-Mu, pada segala sisi-Mu; kekuasaan-Mu tak terbatas dan tak terukur kekuatan-Mu, wahai Semuanya ini. Engkau meliputi segalanya ini, sehingga Engkau adalah Semuanya ini.

Terhadap apapun yang telah kukatakan kepada-Mu dengan kasar, dengan berpikir bahwa Engkau adalah kawanku dan tak menyadari akan keagungan-Mu, wahai Krsna, wahai Yadava, wahai Kawan; semuanya berasal dari kealpaan dan mungkin karena keakraban saja. Dan apapun kekurangsopanan yang telah kulakukan pada-Mu dalam senda gurauan ketika bermain atau di tempat tidur, ketika duduk-duduk atau pada saat makan sendirian maupun bersama yang lainnya, aku memohon kepada-Mu, wahai Acyuta (Krsna), ampunan dan maaf yang tak terkira banyaknya.

Engkau adalah Bapak dari dunia yang bergerak maupun yang tak bergerak, Engkau adalah obyek pemujaan dan guru yang dimuliakan. Tak ada yang menyamai-Mu, sehingga mana mungkin ada yang lebih agung dari pada-Mu di ketiga dunia ini, wahai Engkau yang tak tertandingi.

Oleh karena itu, dengan membungkukkan badanku di hadapan-Mu, Yang Maha Mulia, aku mohon berkah-Mu. Ya Tuhan Engkau harus memandangku sebagai seorang ayah pada anaknya, sebagai seorang teman dengan teman, sebagai seorang kekasih dengan yang dikasihinya.

Aku telah menyaksikan apa yang sebelumnya belum pernah kusaksikan dan Aku merasa senang, tetapi hatiku gemetar ketakutan. Perlihatkan kepadaku wujud-Mu yang sebelumnya. Wahai Tuhan dan berbaik hatilah, wahai Penguasa para dewa dan Tumpuan Alam Semesta Raya ini.

Aku ingin menyaksikan-Mu semula, dengan mahkota, gada dan cakra di tangan; dalam wujud-Mu yang berlengan empat, wahai perwujudan semesta.

Sri Bhagavan bersabda.

Dengan anugerah dan melalui kekuasaan-Ku, wahai Arjuna, telah Kuperlihatkan kepadamu wujud tertinggi yang cemerlang, semesta tak terbatas dan paling utama, yang tak seorangpun pernah menyaksikannya, kecuali engkau sendiri.

Bukan dengan kitab suci Veda, pelaksanaan kurban, belajar, amal sedekah, upacara seremonial ataupun dengan melakukan tapah, Aku dapat dilihat di dunia manusia oleh siapapun juga kecuali engkau, wahai Kurupravira (Arjuna)

Semoga engkau tidak menjadi takut, maupun kebingungan dalam menyaksikan wujud-Ku yang menakutkan itu. Bebaskanlah dari rasa takut dan bersenang hatilah, lihatlah kembali wujud-Ku yang semula.

vishvarupa2

Sanjaya berkata:

Setelah berkata demikian kepada Arjuna, Vasudeva (Krsna) memperlihatkan kembali wujudnya yang semula. Sang Mahatma setelah kembali mengenakan wujud welas asih-Nya yang menenangkan ketakutan Arjuna.

Arjuna berkata:

Menyaksikan kembali wujud manusia-Mu yang lemah lembut, wahai Janardana (Krsna), aku kini telah menjadi tenang kembali seperti sebelumnya.

Sri Bhagavan bersabda:

Wujud-Ku itu yang sungguh-sungguh sulit untuk melihatnya, telah Engkau saksikan. Bahkan para dewa sekalipun senantiasa berharap untuk dapat menyaksikan wujud itu.

Dalam wujud yang telah engkau saksikan tadi. Aku tak dapat disaksikan baik melalui kitab suci Veda maupun melalui pelaksanaan tapa ataupun dengan amal sedekah atau upacara kurban.

Tetapi dengan pengabdian yang tak tergoyahkan kepada-Ku, wahai Arjuna, Aku dapat diketahui dan benar-benar dilihat dan juga diselami, wahai Paramtapa (Arjuna)

Ia yang bekerja untuk-Ku, ia yang memandang Aku sebagai tujuannya dan memuja-Ku, terbebas dari keterikatan, ia yang bebas dari kedengkian terhadap semua mahluk, ia akan sampai kepada-Ku, wahai Pandava (Arjuna)

Di sini berakhir bab XI, percakapan yang berjudul: VIsvarupa Darsana Yoga


Dvadaso’dhyayah

Bab XII

Bhakti Yoga

Arjuna berkata:

Para bhakta yang senantiasa bersungguh-sungguh memuja-Mu dan mereka yang memuja Yang Abadi dan Yang Tak Berwujud, yang manakah dari keduanya ini yang memiliki pengetahuan yoga yang lebih besar.

Sri Bhagavan bersabda:

Mereka yang memusatkan pikirannya pada-Ku dengan menyembah-Ku dan senantiasa bersungguh-sungguh serta memiliki keyakinan yang sempurna, merekalah yang Aku anggap paling sempurna dalam yoga.

Tetapi mereka yang memuja Yang Abadi, Yang Tak Terdefinisikan, Yang Takberwujud, Yang Mahaada, Yang Takterpikirkan, Yang Takberubah dan Yang Tak Tergerakkan, Yang Konstan. Dengan menahan semua indra, senantiasa mantap dalam segala kondisi, senang dalam mensehjaterakan segala mahluk, mereka sesungguhnya datang kepada-Ku

Kesulitan dari mereka yang pikirannya terpusat pada Yang Takberwujud lebih besar, karena tujuan dari Yang Tak Berwujud itu sulit dicapai oleh mahluk-mahluk yang berwujud.

Tetapi mereka yang menyerahkan segala kegiatannya pada-Ku, bersungguh-sungguh kepada-Ku, memuja dan bermeditasi kepada-Ku, dengan pengabdian yang tak tergoyahkan. Yang pikirannya tertuju pada-Ku, dengan langsung dan segera Aku entaskan mereka dari lautan samsara (belenggu kelahiran dan kematian), wahai Partha (Arjuna).

Kepada-Ku sajalah, pusatkan pikiranmu dan biarkanlah pemahamanmu berada di dalam-Ku. Hanya di dalam-Ku sajalah nantinya kamu akan hidup. Tentang hal ini tak perlu diragukan lagi.

Namun, apabila engkau tak mampu untuk memusatkan pikiranmu secara mantap pada-Ku, maka usahakanlah untuk mencapai-Ku dengan melaksanakan konsentrasi, wahai Dhananjaya

Bila engkau juga tak mampu melakukan ini, maka jadikanlah dirimu sebagai orang yang melayani diri-Ku; bahkan dengan melakukan kegiatan demi untuk-Ku saja, engkau akan mencapai kesempurnaan.

Bila yang inipun tak dapat kamu lakukan, maka berlindunglah dalam kegiatanKu yang terdisiplinkan, lepaskan hasil dari segala kegiatan kerja dengan memasrahkan dirimu.

Sungguh lebih baik pengetahuan dari pada pelaksanaan konsentrasi; yang lebih baik dari pengetahuan adalah meditasi; lebih baik dari meditasi adalah pelepasan terhadap hasil dari kegiatan; karena dengan penyangkalan akan segera diikuti oleh kedamaian.

Dia yang tidak membenci semua mahluk, yang senantiasa bersikap ramah dan bersahabat, bebas dari rasa keakuan dan kemilikan serta pemaaf, berkeadaan sama dalam kesedihan maupun kesenangan. Yogi yang senantiasa puas, dengan sang diri yang terkendalikan, tak goyah oleh masalah apapun, dengan pikiran dan pemahaman yang diserahkan kepada-Ku, ia adalah bhakta-Ku yang Ku-kasihi.

Ia yang tidak mengganggu dunia dan tak terganggu oleh dunia, yang bebas dari kesenangan dan kemarahan, ketakutan dan kecemasan, ia juga Aku kasihi.

Dia yang tidak memiliki pengharapan, mahir dalam kegiatan kerja, tak perduli dan tak terusik, yang telah melepaskan segala inisiatif dalam kegiatan kerja, ia juga merupakan bhakta-Ku yang Aku kasihi.

Dia yang tidak bersenang hati ataupun membenci, tidak bersedih ataupun berkeinginan dan yang telah melepaskan diri dari yang baik dan yang jahat, ia yang mengabdi seperti itu merupakan bhakta yang Aku kasihi.

Ia yang bersikap sama terhadap kawan maupun lawan, juga terhadap kehormatan dan kehinaan dan yang bersikap sama pada panas dan dingin, kesedihan maupun kesenangan, bebas dari keterikatan. Ia yang memandang sama terhadap pujian dan makian, yang puasa bicara (mauna), yang tetap puas dengan apapun yang ada, yang tempat tinggalnya tidak tetap dan mantap dalam pikiran, orang yang berbhakti seperti ini sangat Aku kasihi.

Tetapi, mereka yang penuh keyakinan memandang-Ku sebagai tujuannya yang tertinggi, mengikuti kebijaksanaan abadi ini, bhakta yang demikian itulah yang paling Aku sayangi.

Disini berakhir Bab XII, percakapan yang berjudul: Bhakti Yoga


Trayodaso’dhyayah

Bab XIII

Ksetra Ksetrajna Wibhaga Yoga

Arjuna berkata:

Prakrti dan Purusa, ksetra dan ksetrajna, jnana dan jneya ini Aku ingin mengetahuinya, wahai Kesava (Krsna).

Sri Bhagavan bersabda:

Badan ini disebut sebagai Ksetra, wahai putra Kunti (Arjuna) dan yang mengetahuinya disebut Ksetrajna oleh mereka yang mengetahui hal ini.

Ketahuilah bahwa Aku adalah Yang Mengetahui (Ksetrajna) lapangan (ksetra) pada segala lapangan, wahai Bharata (Arjuna). Pengetahuan tentang lapangan (Ksetra) dan yang mengetahuinya (Ksetrajna). Aku anggap sebagai pengetahuan sejati

Dengarkanlah secara singkat dari-Ku apa yang disebut lapangan (Ksetra), bagaimana sifat dan perubahan-perubahannya, dari mana asalnya; dan apa Ksetrajna itu serta apa kekuatannya.

Ini telah dikidungkan oleh para rsi dalam banyak cara dan saling berbeda, dalam berbagai macam irama dan juga dalam penalaran yang baik serta dalam pengungkapan konklusif dari aporisma tentang Yang Mutlak (brahmasutra).

Unsur-unsur dasar utama, keakuan, kecerdasan dan juga yang tak termanifestasikan, sepuluh indra dan pikiran serta lima obyek indra. Keinginan dan kebencian, kesenangan dan kesedihan, kumpulannya, kecerdasan dan kemantapan, sebagai Ksetra telah diuraikan secara singkat bersama-sama dengan modifikasinya.

Kerendahan hati, kejujuran, tanpa kekerasan, sabar, keadilan, pelayanan kepada guru, kemurnian badan dan pikiran, keteguhan hati dan pengendalian diri. Tak perduli pada obyek-obyek indriawi, menjauhkan diri dari bayangan jahatnya kematian, usia tua, kesakitan dan penderitaan. Tanpa keterikatan, bebas dari ketergantungan pada anak, istri, rumah dan sejenisnya, dan tetap berpikir seimbang terhadap peristiwa yang disenangi maupun yang tak disenangi. Pengabdian yang tak tergoyahkan kepada-Ku dengan pendisiplinan sepenuh hati, berlindung pada tempat yang terpencil, tidak menyukai kerumunan banyak orang. Secara terus menerus dalam pengetahuan tentang sang Diri, penglihatan batin tentang akhir dari pengetahuan Kebenaran – semuanya ini dinyatakan sebagai pengetahuan sejati dan semua yang lainnya sebagai bukan pengetahuan.

Aku akan menguraikan tentang apa yang harus diketahui dan dengan mengetahuinya, kehidupan abadi dapat diperoleh. Itulah Brahman Tertinggi yang tanpa awal dan yang dikatakan bukan keberadaan maupun keberadaan (sat asat)

Dengan tangan dan kaki dimana-mana, dengan mata, kepala dan muka pada semua sisi, dengan telinga pada segala sisi. Dia bersemayam di alam semesta ini, meliputi segalanya.

Dia tampaknya memiliki sifat-sifat seluruh indra namun tanpa indra sama sekali, tak terikat namun mendukung semuanya, bebas dari guna (sifat dari prakrti) namun menikmatinya.

Ia ada di dalam dan di luar segala mahluk. Ia tak bergerak dan juga bergerak. Ia terlalu halus untuk dapat diketahui. Ia sangat jauh namun juga sangat dekat.

Ia tak dapat dibagi-bagi namun juga tampaknya terbagi diantara mahluk-mahluk. Ia harus diketahui sebagai penopang mahluk hidup, memusnahkannya dan menciptakannya kembali.

Dia adalah Sinar dari segala sinar, yang dikatakan mengatasi kegelapan; obyek pengetahuan dan tujuan dari pengetahuan; Dia bersemayam dalam hati semua mahluk.

Dengan demikian, ksetra, pengetahuan (jnana) dan obyek pengetahuan (jneya) telah diuraikan secara singkat. Para bhakta yang memahaminya layak untuk sampai ke tempat-Ku

Ketahuilah bahwa prakrti (alam) dan purusa (roh) keduanya tanpa awal; dan ketahui pulalah bahwa wujud dan sifat berasal dari prakrti (alam) tersebut.

Alam dikatakan sebagai penyebab dari akibat, alat dan pelaku dan roh dikatakan sebagai penyebab, dalam kaitannya dengan pengalaman kesenangan dan kesedihan.

Roh di alam ini menyukai sifat-sifat yang berasal dari alam. Keterikatan terhadap sifat alam (prakrti) itu menyebabkan kelahirannya dalam kandungan yang baik maupun yang jahat.

Roh Tertinggi dalam badan dikatakan sebagai Saksi, Pengawas, Penopang, Yang Mengalami, Penguasa Tertinggi dan sang Diri Tertinggi.

Ia yang mengetahui purusa (sang roh) dan prakrti (alam), bersama-sama dengan sifat (guna), walaupun ia berbuat dengan cara apapun, ia tak akan lahir kembali.

Dengan melakukan meditasi beberapa orang dapat mengetahui Sang Diri dalam diri oleh diri-nya; yang lainnya dengan jalan pengetahuan namun yang lainnya lagi melalui jalan kegiatan kerja.

Namun yang lainnya, karena ketidaktahuannya (tentang yoga ini), mendengar dari orang lain dan memuja; dan mereka juga dapat melewati kematian dengan pengabdian mereka terhadap apa yang mereka dengar.

Mahluk apapun yang lahir, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, wahai Bharatarsabha (Arjuna), ketahuilah bahwa itu berasal dari gabungan ksetra dan ksetrajna.

Ia yang melihat Penguasa Tertinggi merata bersemayam pada semua mahluk, yang tak akan pernah musnah walaupun mereka musnah, sesungguhnya ia melihat.

Karena, ketika ia melihat kehadiran Tuhan, merata dimana-mana, ia tak akan menyakiti Dirinya yang sejati dengan dirinya dan kemudian ia mencapai tujuan tertinggi.

Ia yang melihat bahwa segala kegiatan kerja hanya dilakukan oleh prakrti dan dengan demikian sang diri bukanlah si pelaku, sesungguhnya ialah yang melihat (Kebenaran).

Bila ia melihat bahwa berbagai keadaan mahluk-mahluk terpusatkan pada Yang Tunggal dan hanya dari sanalah ia muncul, maka ia mencapai Brahman.

Karena, sang Diri Tertinggi ini kekal, tanpa awal, tanpa sifat, wahai putra Kunti (Arjuna), sehingga walaupun Ia bersemayam dalam badan, Ia tak berbuat maupun ternoda.

Seperti ruang (ether) yang meliputi segalanya itu tak ternodai dengan alasan karena kehalusannya, demikian juga sang Diri yang hadir pada setiap orang juga tidak menderita kecemaran (noda).

Seperti satu matahari yang menyinari seluruh dunia ini, demikian pula Penguasa badan (ksetrajna) menyinari segenap badan ini, wahai Bharata (Arjuna).

Mereka yang melihat ini dengan mata kebijaksanaan, antara ksetra dan ksetrajna, serta pembebasan mahluk-mahluk dari prakrti, mereka mencapai Yang Tertinggi.

Disini berakhir Bab XIII, percakapan yang berjudul Ksetra Ksetrajna Wibhaga Yoga


Caturdaso’dhyayah

Bab XIV

Guna Traya Wibhaga Yoga

Sri Bhagavan bersabda:

Kembali Aku katakan bahwa kebijaksanaan tertinggi adalah yang terbaik dari seluruh kebijaksanaan dan dengan mengetahuinya semua orang bijak telah terbebas dari dunia ini menuju kesempurnaan tertinggi.

Setelah berlindung pada kebijaksanaan ini dan menjadi bersifat seperti Aku, mereka tak akan lahir lagi pada waktu penciptaan maupun terusik pada saat penyerapan kembali.

Brahma agung (prakrti) adalah Kandungan-Ku; disanalah Akun menanamkan benih dan dari sana lah munculnya mahluk-mahluk ini, wahai Bharata (Arjuna)

Apapun wujudnya semuanya lahir dari kandungan, wahai putra Kunti (Arjuna), brahma yang agung adalah kandungannya dan Aku adalah Bapak yang menanamkan benihnya.

Tiga sifat (guna), sattvam (kebaikan), rajas (bernafsu) dan tamas (kelembamam) berasal dari alam (prakrti) yang membelenggu badan jasmani, wahai Mahabahu (Arjuna), sedangkan yang abadi bersemayam dalam badan.

Dari padanya, sifat sattvam (kebaikan) menjadi murni, menyebabkan pencerahan dan kesehatan, wahai Anagha (Arjuna), dengan keterikatan pada kebahagiaan dan pengetahuan.

Ketahuilah bahwa sifat rajas (nafsu) adalah sifat ketertarikan yang muncul dari kerinduan dan keterikatan. Ia membelenggu dengan sangat eratnya, wahai putra Kunti (Arjuna), penghuni badan dengan keterikatan untuk melakukan kegiatan kerja.

Tetapi, ketahuilah bahwa sifat tamas itu berasal dari kebodohan dan menipu seluruh keberadaan berwujud ini, wahai Bharata (Arjuna), dengan mengembangkan sifat-sifat tak perduli, malas dan tidur.

Sifat sattva (kebaikan) mengikat seseorang pada kebahagiaan, sifat rajas (nafsu) dengan kegiatan kerja, wahai Bharata (Arjuna), tetapi kebodohan (tamas), menyelubungi kebijaksanaan dan terikat untuk bermalas-malasan (tak peduli).

Sifat sattvam (kebaikan) meningkat, mengatasi sifat rajas dan tamas, wahai Bharata (Arjuna). Sifat rajas meningkat, menguasai sifat sattva dan tamas, demikian pula sifat tamas meningkat, mengatasi sifat sattva dan rajas.

Apabila sinar pengetahuan menembus seluruh gerbang badan, maka dapat diketahui bahwa sifat sattvam bertambah kuasa

Serakah, kegiatan kerja, melakukan pekerjaan, gelisah dan ketagihan, semuanya ini meningkat, wahai Bharatarsabha (Arjuna), manakala sifat rajas tambah berkuasa.

Kegelapan, tanpa kegiatan, tidak perduli dan hanya kebingungan – semuanya ini muncul, wahai Kurunandana (Arjuna), manakala sifat tamas bertambah besar.

Apabila sifat sattvam (kebaikan) meningkat dan roh penghuni badan menemui masa peleburan, maka ia mencapai dunia murni dari mereka yang mengetahui Yang Tertinggi (Tuhan)

Ketika sifat rajas meningkat saat bertemu dengan saat kematian, ia akan lahir di antara mereka yang terikat dengan kegiatan kerja; dan apabila ia mati di saat sifat tamas yang mendominasi, ia akan lahir dalam kandungan yang membingungkan.

Hasil dari kegiatan baik dikatakan bersifat ‘kebaikan’; sementara hasil dari sifat rajas adalah penderitaan dan hasil dari sifat tamas adalah kebodohan

Dari sifat tattva timbul pengetahuan dan dari sifat rajas keserakahan; dari sifat tamas muncul ketidakperdulian, kesalahan dan juga kebodohan

Mereka yang mantap dalam sifat sattva akan meningkat ke wilayah yang lebih tinggi; yang bersifat rajas beraa di wilayah tengah; dan yang bersifat tamas yang tenggelam dalam masalah yang lebih rendah, akan tenggelam makin ke bawah.

Bila si pengamat menyadari bahwa tak ada pelaku lain selain dari pada sifat-sifat dan juga mengetahui yang melampaui sifat-sifat itu, ia mencapai keberadaan-Ku.

Bila roh penghuni badan dapat mengatasi ketiga guna yang berasal dari badan, ia terbebas dari kelahiran, kematian, usia tua, dan penderitaan serta mencapai kehidupan abadi.

Arjuna bertanya:

Apakah tanda-tanda dari mereka yang telah mengatasi ketiga sifat (guna) tersebut, wahai Prabhu (Krsna)? Bagaimanakah cara hidup mereka? Bagaimana caranya mereka dapat mengatasi ketiga sifat itu?

Sri Bhagavan bersabda:

Dia yang tidak membenci sekali pencerahan, kegiatan dan khayalan, wahai Pandava (Arjuna), ketika mereka meningkat ataupun tidak merindukannya manakala mereka berhenti. Ia yang duduk seperti orang yang tak perduli, tak terusik oleh sifat-sifat itu, yang tetap terpisah tanpa tergoyahkan, ketahuilah bahwa itu hanyalah kegiatan dari guna (sifat) tersebut. Ia yang memandang sama terhadap suka maupun duka, yang teguh pendiriannya, yang memandang sama terhadap segumpal tanah, sebongkah batu dan sekeping emas, yang tetap tabah di tengah-tengah hal-hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, yang pikirannya mantap, yang memandang sama pujian maupun cacian. Ia yang tetap sama dalam kehormatan maupun kehinaan dan bersikap sama kepada kawan maupun lawan, serta telah melepaskan segala inisiatif kegiatan kerja, dikatakan telah melampaui sifat-sifat (guna)

Ia yang melayani-Ku dengan pengabdian yang tak kunjung padam, mengatasi ketiga guna, ia juga layak mencapai Brahman.

Karena Aku adalah kedudukan Brahman, Yang Abadi, Kekal, dharma abadi dan kebahagiaan mutlak.

Disini berakhir Bab XIV, percakapan yang berjudul: Guna Traya Wibhaga Yoga


Pancadaso’dhyayah

Bab XV

Purusottama Yoga

Sri Bhagavan bersabda:

Mereka mengatakan tentang asvattham abadi sebagai memiliki akar di atas dan cabang-cabangnya di bawah. Daun-daunnya adalah kitab-kitab Veda dan ia yang mengetahui hal ini adalah yang mengetahui Veda.

Cabangnya tumbuh ke bawah dan ke atas, yang dihidupi oleh guna (sifat), dengan obyek-obyek indra sebagai tunas-tunasnya dan ke bawah di dunia manusia menjulur akar-akar yang berakibat dalam kegiatan kerja.

Bentuk sebenarnya tidak diketahui, baik ujung maupun pangkalnya ataupun batangnya. Setelah memotong pohon Asvattha yang berakar mantap ini dengan pedang kuat ketidakterikatan. Maka, jalan yang membawa seseorang dan tak kembali lagi harus dicari dengan mengatakan, “Aku berlindung hanya pada Pribadi Utama, sebagai sumber kemunculan alam dunia yang kuno ini berasal”.

Mereka yang bebas dari kesombingan dan ilusi, yang telah menaklukkan jahatnya keterikatan, yang segala keinginannya selalu untuk mengabdi pada Roh Tertinggi, yang terbebas dari dualitas yang dikenal sebagai senang dan susah dan tak terbingungkan, akan pergi menuju keadaan yang kekal itu.

Matahari tidak menyinarinya, demikian juga bulan ataupun api. Itulah tempat tinggal-Ku yang tertinggi dan orang yang mencapainya tak akan kembali lagi.

Suatu fragmen (cuplikan) dari diri-Ku sendiri, setelah menjadi roh yang hidup, kekal di dunia kehidupan ini, menarik indra-indra ke arah dirinya dan pikiran sebagai yang keenam, yang berada dalam alam (prakrti)

Bila sang Jiva mengenakan badan jasmani dan ketika ia meninggalkannya, ia juga membawa serta indra-indra dan pikiran dan pergi bagaikan angin yang membawa bau harum dari tempatnya.

Ia menikmati obyek indra dengan menggunakan telinga, mata, indra sentuhan, indra pengecap dan hidung, demikian juga pikiran.

Ketika Ia berangkat atau tinggal ataupun mengalami, dalam hubungannya dengan sifat-sifat (guna), mereka yang tersesat tak dapat melihat (roh penghuni badan), tetapi mereka yang memiliki mata kebijaksanaan dapat melihatnya.

Para yogi juga berusaha mengetahui-Nya sebagai yang termantapkan pada Sang Diri, tetapi mereka yang kurang cerdas, yang jiwanya tak terdisiplinkan walaupun berusaha keras tak dapat menemukan-Nya.

Kecemerlangan matahari yang menyinari seluruh dunia, yang ada pada bulan dan api, ketahuilah bahwa itu adalah kecemerlangan-Ku

Dan dengan masuk ke dalam bumi, Aku menopang segala mahluk dengan energi vital-Ku dan dengan menjadi cairan sari soma (bulan), Aku menghidupi seluruh tanam-tanaman.

Dengan menjadi api kehidupan dari badan mahluk hidup dan bersatu dengan nafas ke atas dan ke bawah, Aku mencernakan empat jenis makanan.

Dan Aku berdiam dalam hati semua mahluk; dari Aku lah datangnya ingatan dan pengetahuan, demikian juga hilangnya. Akulah sesungguhnya yang harus diketahui oleh seluruh kitab Veda. Akulah sesungguhnya penyusun kita Vedanta dan Aku juga yang mengetahui kitab-kitab Veda

Ada dua macam orang di dunia ini, yaitu yang dapat musnah dan yang abadi; yang dapat musnah adalah seluruh eksistensi ini dan yang tak berubah adalah yang abadi.

Tetapi, lain dari pada ini, Roh Tertinggi yang disebut sang Diri Tertinggi, sebagai Penguasa Abadi memasuki ketiga dunia ini dan menghidupinya.

Karena Aku melampaui yang dapat musnah dan bahkan lebih tinggi dari yang tak termusnahkan, Aku dimuliakan sebagai Pribadi Tertinggi, baik di dunia ini maupun dalam kitab-kitab Veda

Ia yang tak terbingungkan, mengetahui Aku sebagai Pribadi Tertinggi, yang mengetahui segalanya dan memuja Aku dengan segenap jiwa raganya, wahai Bharata

Jadi, ajaran yang sangat rahasia ini telah Aku ajarkan kepadamu, wahai Anagha (Arjuna). Dengan mengetahuinya, seseorang akan menjadi bijaksana dan dapat melaksanakan segala kewajibannya, wahai Bharata (Arjuna)

Disini berakhir Bab XV, percakapan yang berjudul: PURUSOTTAMA YOGA


Sodaso’dhyayah

Bab XVI

Daiwasura Sampad Wibhaga Yoga

Sri Bhagavan bersabda:

Keberanian, kemurnian pikiran, bijaksana dalam membagi pengetahuan dan konsentrasi, amal sedekah, pengendalian diri dan berkorban, belajar kitab suci, melakukan tapah dan berbuat kejujuran. Tanpa kekerasan, kebenaran, bebas dari kemarahan, tanpa pamrih, tenang, benci dalam mencari kesalahan, welas asih terhadap mahluk hidup, bebas dari kelobaan, sopan, kerendahan hati dan kemantapan.

Berani, pemaaf, teguh, murni, bebas dari kedengkian dan kesombongan, yang semuanya ini, wahai Bharata (Arjuna) merupakan anugerah pada mereka yang lahir dengan sifat-sifat dewata

Berlagak, angkuh, membanggakan diri, marah dan juga kasar serta bodoh, semuanya ini, wahai Partha (Arjuna) adalah sifat-sifat mereka yang lahir dengan kecenderungan raksasa.

Anugerah ilahi ini dikatakan untuk mencapai pelepasan dan sifat-sifat raksasa akan menuju keterikatan. Janganlah bersedih, wahai Pandava (Arjuna), engkau dilahirkan dengan sifat-sifat ilahi.

Ada dua macam mahluk diciptakan di dunia ini, yaitu yang bersifat ilahi dan bersifat raksasa. Yang bersifat ilahi telah diuraikan secara panjang lebar. Sekarang dengarkan, wahai Partha (Arjuna), tentang mahluk yang bersifat raksasa.

Yang bersifat raksasa tidak mengetahui tentang jalan kegiatan kerja ataupun jalan penyangkalan kerja. Juga kemurnian, perilaku bajik dan kebenaran tak ada pada mereka.

Mereka berkata bahwa dunia ini tidak nyata, tanpa dasar moral, tanpa Tuhan, tidak berada dalam susunan yang teratur, yang disebabkan oleh keinginan saja.

Dengan berpegang teguh pada pandangan ini, roh-roh sesat engan pemahaman lemah, dengan perbuatan kejam, muncul sebagai musuh dunia menuju kehancurannya.

Dengan menyerahkan dirinya pada keinginan yang tak pernah puas, penuh dengan kemunafikan, kebanggaan dan keangkuhan, dengan pandangan yang salah karena khayalan, mereka berbuat dengan melibatkan ketidakmurnian.

Keranjingan dengan keinginan yang tak terhitung banyaknya yang hanya berhenti dengan adanya kematian, memandang pemuasan keinginan sebagai tujuan tertinggi, dengan memastikan bahwa inilah segala-galanya. Dibelenggu oleh ratusan keinginan, yang dipasrahkan pada nafsu dan kemarahan, mereka berusaha untuk menimbun kekayaan dengan cara yang tidak jujur, demi untuk memenuhi keinginannya.

Hari ini telah aku dapatkan, keinginan ini harus aku dapatkan; ini adalah milikku dan kekayaan ini juga harus menjadi milikku nantinya. Musuh ini telah aku bunuh dan yang lainnya juga akan kubunuh, akulah penguasa, akulah penikmat, akulah yang berhasil, yang perkasa dan yang berbahagia. “Aku kaya raya dan berkelahiran mulia. Siapakah yang dapat menyamai aku? Aku akan melakukan upacara yajna, aku akan beramal sedekah, aku akan bergembira,” demikianlah mereka berkata dalam kedunguannya.

Terbingungkan oleh banyak pemikiran, terlibat dalam jaring-jaring khayalan dan terseret menuju kesenangan dari keinginan, mereka jatuh ke dalam neraka yang menjijikkan.

Dengan menyombongkan diri, merasa diri benar, yang penuh dengan kebanggaan dan keangkuhan akan kekayaan, mereka melaksanakan upacara yajna sebagai pulasan belaka tanpa mengindahkan aturan yang semestinya.

Menyerah pada kesombongan diri, kekuasaan dan keangkuhan dan juga nafsu dan kemarahan, orang-orang dengki ini membenci Aku yang bersemayam dalam badan mereka dan yang lainnya.

Para pendendam yang kejam ini merupakan orang yang terburuk; Aku akan campakkan mereka selamanya ke dalam kandungan para raksasa dalam siklus kelahiran dan kematian ini.

Terjerumus ke dalam kandungan para raksasa, mahluk-mahluk yang terbingungkan ini dari siklus kelahiran demi kelahiran, tak akan mencapai Aku, wahai putra Kunti (Arjuna), tetapi merosot menuju tempat yang paling rendah.

Gerbang menuju neraka ini yang mengantar pada kemusnahan sang roh ada tiga jenis, yaitu: nafsu, kemarahan dan ketamakan. Oleh karena itu, seseorang harus melepaskan ketiganya ini.

Orang yang terbebas dari ketiga gerbang kegelapan ini, wahai putra Kunti (Arjuna), melakukan apa yang baik bagi jiwanya dan kemudian mencapai keadaan tertinggi.

Tetapi, ia yang melalaikan (membuang) aturan kitab suci dan bertindak sesuai dengan dorongan keinginannya semata, ia tak akan mencapai kesempurnaan, kebahagiaan ataupun tujuan tertinggi.

Oleh karena itu, biarlah kitab suci menjadi otoritasmu untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tak boleh dilakukan. Dengan mengetahui apa yang dinyatakan oleh aturan kitab suci tersebut, engkau hendaknya melakukan kegiatan kerja di dunia ini.

Di sini berakhir Bab XVI, percakapan yang berjudul: DAIWASURA SAMPAD WIBHAGA YOGA


Saptadaso’dhyayah

Bab XVII

Sraddhatraya Wibhaga Yoga

Arjuna bertanya:

Mereka yang melalaikan petunjuk kitab suci, mempersembahkan upacara kurban yang disertai dengan keyakinan, bagaimanakah kedudukan mereka ini, wahai Krsna? Apakah ini disebut sattva, rajas atau tamas?

Sri Bhagavan bersabda:

Keyakinan dari perwujudan roh ada tiga macam, yang berasal dari sifat, sattvam, rajas dan tama. Dengarlah tentang hal itu sekarang.

Keyakinan dari setiap pribadi, wahai Bharata (Arjuna), tergantung pada sifatnya. Manusia merupakan wujud dari keyakinannya; apapun keyakinannya itu, sesungguhnya demikian ia adanya.

Orang-orang sattvika memuja para dewa, yang bersifat rajasa memuja para raksasa dan para yaksa dan yang lainnya, yaitu para tamasa memuja roh-roh orang mati dan roh-roh halus lainnya.

Orang-orang sombong dan angkuh dan didorong oleh kekuatan nafsu dan keterikatan, yang melakukan tapah kekerasan (dengan menyiksa badan), yang tidak mengikuti aturan kitab suci. Karena kebodohannya, dengan menekan kelompok unsur dalam badan dan Aku yang juga bersemayam dalam badan; ketahuilah bahwa tujuan mereka itu bersifat jahat.

Bahkan makanan yang umum dimakan semua orang ada tiga jenisnya. Demikian pula yajna, tapah dan dana (amal sedekah). Dengarkanlah perbedaan ketiganya itu.

Makanan yang meningkatkan kehidupan, kekuatan, vitalitas, kesehatan, kegembiraan dan kesenangan, yang terasa lezat, lembut, menyegarkan dan enak, disukai oleh para sattvika.

Makanan yang pahit, masam, asin, pedas, kebanyakan rempah-rempah (bumbu), keras dan hangus, yang menyebabkan penderitaan dan penyakit serta kesusahan, disukai oleh kaum rajasa.

Makanan yang basi, kehilangan rasa, busuk, berbau, bekas sisa dan tidak bersih adalah yang disukai para tamasa.

Yajna yang dipersembahkan sesuai dengan aturan kitab suci oleh mereka yang tidak mengharapkan ganjaran dan sangat percaya bahwa itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan, merupakan yajna sattvika.

Tetapi, yang dipersembahkan dengan mengharapkan ganjaran atau hanya untuk pamer saja, ketahuilah, wahai Bharatasrestha (Arjuna), bahwa yajna itu bersifat rajasa

Yajna yang tidak mengikuti aturan, di mana tak ada makanan yang dibagikan, tak ada mantra diucapkan dan tanpa pemberian amal sedekah dan tanpa keyakinan, dinyatakan sebagai yajna tamasa

Pemujaan para dewa, para dwijati, para guru dan orang-orang bijak, kemurnian, kejujuran, pengendalian nafsu dan tanpa kekerasan; ini dikatakan sebagai tapah badan.

Pengucapan kata-kata yang tidak menyebabkan sakit hati, dapat dipercaya, menyenangkan dan berguna serta membaca Veda secara teratur, ini dikatakan sebagai tapah dalam perkataan.

Kedamaian pikiran, sopan santun, pendiam, pengendalian diri dan kemurnian pikiran, ini dikatakan tapah dari pikiran.

Tiga macam tapah yang dilakukan dengan penuh keyakinan orang-orang yang pikirannya seimbang tanpa mengharapkan balas jasa, disebut sattvika

Tapah yang dilaksanakan agar mendapat kehormatan, disegani dan dipuja-puja, serta demi untuk pamer semata dikatakan sebagai tapah rajasa, yang tidak stabil dan tidak kekal

Tapah yang dilaksanakan dengan pemahaman bodoh dengan cara penyiksaan badan atau yang menyebabkan penderitaan orang lain, dikatakan sebagai tapah tamasa

Amal sedekah yang diberikan kepada seseorang yang dianggap tak mungkin dapat membalasnya kembali, dengan perasaan bahwa sudah merupakan kewajibannya untuk memberi dan yang diberikan pada tempat, waktu dan orang yang layak menerimanya, sedekah semacam itu dianggap sebagai sattvika.

Tetapi amal sedekah yang diberikan dengan harapan balasan kembali atau dengan harapan perolehan masa depan atau dengan perasaan keberatan untuk memberikannya, dipandang sebagai bersifat rajasa

Dan amal sedekah yang diberikan pada tempat, waktu yang salah serta terhadap orang yang tidak layak menerimanya, tanpa aturan semestinya aatu dengan sikap menghina, hal itu dinyatakan sebagai tamasa

Kata “Aum Tat Sat” ini dipandang sebagai lambang tiga aspek Brahman. Dengan tiga kata ini telah ditetapkan tentang para Brahmana, kitab suci Veda dan yajna jaman dahulu.

Oleh karena itu, dengan pengucapan suku kata “aum”, kegiatan yajna, dana dan tapah seperti yang dinyatakan dalam kitab suci senantiasa dipergunakan oleh para penganut Brahman

Dan dengan pengucapan suku kata “tat”, kegiatan yajna, tapah dan berbagai kegiatan dana dilaksanakan oleh para pencari kebebasan, tanpa tujuan untuk mendapat balas jasa.

Suku kata “sat” dipergunakan dalam pengertian realitas, kebajikan, wahai Partha (Arjuna); dan kata “sat” juga dipergunakan dalam kegiatan yang patut dipuji. Kemantapan dalam melakukan yajna, tapah, dana juga disebut “sat” dan juga setiap kegiatan untuk tujuan itu disebut “sat”

Persembahan dan dana apapun yang dilakukan, tapah apapun yang dilaksanakan dan yajna apapun yang dilakukan tanpa keyakinan, itu disebut “asat”, wahai Partha (Arjuna), tak ada artinya baik disini maupun di dunia sana nantinya.

Di sini berakhir bab XVII, percakapan yang berjudul: Sraddhatraya Wibhaga Yoga


Astadaso’dhyayah

Bab XVIII

Samnyasa Yoga

Arjuna bertanya:

Wahai Mahabaho (Krsna), aku ingin mengetahui sifat sejati dari penyangkalan (samnyasa) dan pelepasan (tyaga), wahai Hrsikesa (Krsna), masing-masing dari padanya, wahai Kesinisudana (Krsna)

Sri Bhagavan bersabda:

Orang-orang bijak mengartikan kata “penyangkalan” sebagai pelepasan terhadap kegiatan kerja yang didorong oleh keinginan; pelepasan hasil dari segala kegiatan kerja, para terpelajar menyatakan sebagai tyaga

Kegiatan kerja hendaknya ditinggalkan sebagai kejahatan, demikian kata beberapa orang terpelajar, tetapi yang lainnya menyatakan bahwa kegiatan yajna, dana dan tapah jangan ditinggalkan.

Sekarang dengarkanlah dari Ku, wahai Bharatasattama (Arjuna), kebenaran tentang tyaga, tyaga itu, wahai Purusavyagrha (Arjuna), ada tiga macam.

Kegiatan yajna, dana dan tapah jangan ditinggalkan tetapi harus dilaksanakan; karena kegiatan itu memurnikan orang-orang bijaksana

Tetapi kegiatan kerja inipun hendaknya dilaksanakan dengan melepaskan keterikatan dan keinginan pada hasilnya. Wahai Partha (Arjuna), hal ini merupakan keputusan-Ku dan pendapat-Ku yang terakhir.

Sesungguhnya melepaskan kewajiban yang harus dilakukan adalah tidak benar. Meninggalkan kewajiban karena kebodohan dinyatakan sebagai sifat dari tamasa

Ia yang meninggalkan kewajiban karena kesusahan atau karena takut akan penderitaan fisik, hanya melakukan tyaga yang bersifat rajasa dan tak akan memperoleh hasil dari tyaga tersebut.

Tetapi dia yang melaksanakan kewajiban yang diharuskan sebagai hal yang harus dilakukan dengan meninggalkan segala keterikatan dan juga hasilnya, tyaga ini dianggap sebagai bersifat sattvika

Orang bijaksana yang penyangkalan dan keragu-raguannya telah lenyap, yang sifatnya sattvika, tidak membenci melakukan kegiatan yang tak menyenangkan dan tidak terikat dengan kegiatan kerja yang menyenangkan.

Memang tak mungkin bagi mahluk berwujud untuk absen dari kegiatan kerja sama sekali; tetapi ia yang melepaskan hasil dari kegiatan kerja itu dikatakan sebagai tyagi sejati.

Menyenangkan, tak menyenangkan dan campuran adalah tiga macam hasil dari kegiatan kerja yang tumbuh setelah kematian terhadap mereka yang belum menjadi tyagi; tetapi tak ada sesuatupun yang terjadi bagi mereka yang telah menjadi samnyasin

Wahai Mahabaho (Arjuna), pelajarilah dari-Ku kelima faktor ini, guna menyelesaikan segala kegiatan kerja seperti yang dinyatakan dalam ajaran Samkhya.

Tempat kedudukan kegiatan (badan) dan juga pelaku, alat berbagai jenis, segala macam usaha dan anugerah Tuhan sebagai yang kelima.

Kegiatan kerja apapun yang dilakukan seseorang dengan badan, kata-kata atau pikirannya, apakah benar atau salah, kelima unsur inilah sebagai faktor penyebabnya

Demikianlah masalahnya dengan pikiran yang tak murni, yang disebabkan oleh pemahamannya yang tak terlatih, memandang dirinya sendiri sebagai satu-satunya pelaku, sebenarnya ia tidak melihat apapun

Ia yang bebas dari rasa keakuannya, yang pemahamannya tak tercemari, walaupun ia membunuh orang-orang ini, sebenarnya ia tak membunuh ataupun terbelenggu oleh kegiatannya.

Pengetahuan, obyek pengetahuan dan yang mengetahui pengetahuan itu adalah tiga pendorong untuk melakukan kegiatan kerja; alat, kegiatan dan pelaku adalah tiga macam gabungan dari kegiatan

Pengetahuan, kegiatan kerja dan pelaku dikatakan dalam ilmu tentang sifat-sifat (guna) hanya tiga jenisnya, sesuai dengan perbedaan guna tersebut. Dengarkan tentang hal ini dengan sebenarnya.

Pengetahuan yang dipakai untuk melihat Keberadaan Abadi pada segala eksistensi, yang tak terbagi dalam yang terbagi, ketahuilah bahwa pengetahuan itu adalah sattvika

Pengetahuan yang melihat kejamakan keberadaan pada mahluk-mahluk yang berbeda, dengan alasan keterpisahannya, ketahuilah bahwa pengetahuan itu bersifat rajasa.

Tetapi yang bergantung hanya pada satu akibat seakan-akan keseluruhan tanpa perduli pada penyebab, tanpa mendapatkan yang sejati, dan sempit (picik) dinyatakan sebagai bersifat tamasa

Suatu kegiatan yang bersifat wajib, yang dilaksanakan tanpa keterikatan, tanpa kasih sayang atau kebencian oleh orang yang tak mengharapkan hasil, itu dikatakan sebagai sattvika

Tetapi kegiatan kerja yang dilakukan dengan usaha keras oleh seseorang yang mencari pemenuhan keinginannya atau yang didorong oleh keakuan, dikatakan sebagai bersifat rajasa

Kegiatan kerja yang dilakukan karena kebodohan, tanpa memperdulikan akibat atau kerugian dan melukai, serta tanpa memandang kemampuannya, kegiatan dikatakan bersifat tamasika

Si pelaku yang bebas dari keterikatan, yang tak memiliki rasa keakuan, penuh keteguhan hati dan bersemangat dan yang tak terpengaruh oleh kegagalan atau keberhasilan, dikatakan sebagai bersifat sattvika

Pelaku yang diombang-ambingkan oleh nafsu, yang sangat merindukan hasil dari kegiatannya, yang bersifat serakah dan bersifat menyakiti, tidak murni, yang dipengaruhi oleh rasa senang dan sedih, dikatakan sebagai bersifat rajasa

Pelaku yang pikirannya tak seimbang, vulgar (biadab), sombong, tidak jujur, bersifat jahat, bebal, pengecut dan suka mengulur-ulur waktu, dikatakan sebagai yang bersifat tamasa

Sekarang dengarkanlah tiga macam perbedaan pemahaman dan juga kemantapan, wahai Dhananjaya (Arjuna), sesuai dengan sifat (guna) yang dinyatakan secara keseluruhan dan masing-masing dari padanya.

Pengertian yang mengetahui makna kegiatan kerja dan tanpa kegiatan kerja, apa yang boleh dilakukan dan apa yagn tak boleh dilakukan, apa yang ditakuti dan apa yang tak harus ditakuti, apa yang membebaskan dan apa yang membelenggu, wahai Partha (Arjuna) pengertian tersebut bersifat sattvika.

Pengertian yang mengetahui jalan yang salah dan benar, apa yang harus dilakukan dan apa yang boleh dilakukan, wahai Partha (Arjuna), pengertian itu bersifat rajasa

Pengertian yang tertutupi oleh kegelapan, menganggap yang salah sebagai benar dan melihat segala sesuatunya secara terbalik-balik (berlawanan dengan kebenaran), pengertian tersebut, wahai Partha (Arjuna), bersifat tamasa

Kemantapan yang tak tergoyahkan dan dengan melalui konsentrasi seseorang mengendalikan kegiatan pikiran, nafas vital dan indra-indra, wahai Partha (Arjuna), kemantapan itu bersifat sattvika

Kemantapan yang memandang kewajiban dengan ketat, kesenangan dan kekayaan dengan keinginan akan hasil dari padanya, wahai Partha (Arjuna), kemantapan itu bersifat rajasika

Kemantapan yang membuat si bodoh tidak mau melepaskan kemalasan, takut, cemas, tertekan dan angkuh, wahai Partha (Arjuna), kemantapan ini bersifat tamasa

Dan sekarang dengarkanlah dari-Ku, wahai Bharatarsabha (Arjuna), tiga macam kebahagiaan. Dengan itu orang akan bergembira dan mencapai akhir dari kesedihan, melalui pelaksanaan yang lama.

Kebahagiaan yang seperti racun pada awalnya dan seperti madu pada akhirnya, yang muncul dari pemahaman yang jelas tentang sang Diri, dikatakan kebahagiaan yagn bersifat sattvika

Kebahagiaan yang muncul dari hubungan indra-indra dan obyeknya dan yang seperti madu pada awalnya serta seperti racun pada akhirnya, kebahagiaan tersebut bersifat rajasa

Kebahagiaan yang menipu sang roh, baik pada awal maupun pada akhirnya dan yang muncul dari kemalasan, tidur dan ketidakperdulian, dinyatakan sebagai kebahagiaan tamasa

Tak ada mahluk apapun, baik di bumi, apalagi diantara para dewa di surga, yang bebas dari ketiga sifat (guna) yang berasal dari prakrti ini

Di antara para Brahmana, para Ksatriya, Vaisya dan Sudra, wahai Paramtapa (Arjuna), kegiatan kerjanya dibedakan sesuai dengan sifat-sifat (guna) yang berasal dari prakrti mereka.

Ketenangan, pengendalian diri, tapah, kemurnian, kesabaran, kejujuran, kebijaksanaan, pengetahuan dan keyakinan dalam agama, semuanya ini merupakan kewajiban dari para Brahmana yang berasal dari sifatnya sendiri.

Sifat kepahlawanan, pemberani, mantap, kemahiran, pantang mundur walaupun dalam pertempuran, kedermawanan dan kepemimpinan, semua ini merupakan kewajiban dari golongan Ksatriya, yang berasal dari sifatnya sendiri.

Pertanian, memelihara ternak dan perdagangan adalah kewajiban golongan Vaisya, yang berasal dari sifatnya; kegiatan kerja yang bercirikan pelayanan adalah kewajiban dari seorang Sudra yang berasal dari sifatnya.

Dengan mengabdikan kewajibannya sendiri manusia mencapai kesempurnaan. Bagaimana seseorang yang mengabdikan pada kewajibannya sendiri mencapai kesempurnaan, dengarkanlah ini.

Dari siapa seluruh mahluk ini muncul dan oleh siapa semuanya ini diliputi; dengan memuja-Nya melalui pelaksanaan kewajibannya sendiri, manusia mencapai kesempurnaan.

Lebih baik dharmanya sendiri walaupun tak sempurna melakukannya dari pada dharma orang lain walaupun sempurna pelaksanaannya; karena orang tak akan melakukan dosa bila melakukan dharmanya sendiri yang ditentukan oleh sifatnya sendiri.

Seseorang hendaknya jangan meninggalkan kegiatan kerja yang cocok dengan sifatnya sendiri, wahai putra Kunti (Arjuna), walaupun itu mungkin tidak sempurna, karena semua perbuatan diliputi oleh kekurangsempurnaan bagaikan api yang diselimuti asap.

Ia yang pengertiannya tak terikat dimanapun juga, yang telah menaklukkan dirinya dan yang keinginannya telah lenyap, melalui pelaksanaan samnyasa ia sampai pada keadaan tertinggi yang melampaui segala kegiatan kerja.

Dengarkanlah dari-Ku secara ringkas, wahai putra Kunti (Arjuna), bagaimana setelah mencapai kesempurnaan ia mencapai Brahman, sebagai kesempurnaan kebijaksanaan tertinggi.

Dilengkapi dengan pemahaman murni, dengan mantap mengendalikan dirinya, berpaling dari suara dan obyek-obyek indra lain serta membuang rasa senang dan benci. Berdiam di tempat terpencil, makan sekedarnya saja, dengan mengendalikan kata-kata, badan dan pikiran dan senantiasa tenggelam dalam meditasi dan konsentrasi serta berlindung pada kedamaian hati. Dan dengan mencampakkan rasa keakuan, kekuatan, keangkuhan, keinginan, kemarahan, kemilikan, tanpa keakuan dan ketenangan dalam pikiran, ia layak untuk menjadi satu dengan Brahman.

Setelah menjadi satu dengan Brahman dan jiwanya telah tenang, ia tak lagi berduka atau berkeinginan. Dengan memandang semua mahluk sama ia mencapai pengabdian tertinggi pada-Ku.

Melalui pengabdian ia mengetahui Aku, apa dan siapa Aku sebenarnya; lalu setelah mengetahui Aku yang sebenarnya, ia kemudian masuk ke dalam-Ku

Dengan melaksanakan segala kegiatan terus menerus dan berlindung padaKu, ia mendapatkan anugerah-Ku berupa tempat kediaman yang kekal dan abadi.

Dengan menyerahkan segala kegiatan kerja secara mental kepada-Ku, menganggap Aku sebagai Yang Tertinggi dan memasrahkan pada kemantapan dalam pemahaman, pusatkanlah pikiranmu senantiasa kepada-Ku

Dengan memusatkan pikiranmu pada-Ku, dengan anugerah-Ku engkau akan mengatasi segala kesulitan; tetapi bila karena kedengkian diri, engkau tidak mau mendengarkan Aku, engkau akan hancur.

Bila dengan maksud memanjakan ahamkara engkau berpikir “Aku tak akan bertempur.” keputusanmu akan sia-sia saja; karena prakrti akan memaksa dirimu.

Yang engkau tak mau lakukan, karena khayalan, wahai putra Kunti (Arjuna), yang akan engkau lakukan walaupun bertentangan dengan kehendakmu, terbelenggu oleh kegiatanmu sendiri yang berasal dari sifatmu.

Tuhan bersemayam dalam hati segala mahluk, wahai Arjuan, yang menyebabkan mereka berputar oleh kekuasaan-Nya, seakan-akan mereka terpasang pada sebuah mesin.

Berlindunglah kepada-Nya dengan segenap jiwa ragamu, wahai Bharata (Arjuna). Dengan anugerah-Nya engkau akan mendapatkan kedamaian tertinggi dan tempat kediaman abadi.

Demikianlah kebijaksanaan yang lebih rahasia dari pada segala rahasia, telah Aku ajarkan kepadamu. Setelah mempertimbangkan semuanya ini sepenuhnya lakukanlah apa yang telah kamu pilih sendiri.

Dengarkanlah lagi ucapan suci-Ku, yang paling rahasia dari segalanya. Engkau sangat Ku sayangi, sehingga Aku akan memberitahumu apa yang baik bagimu.

Pusatkanlah pikiranmu pada-Ku; mengabdilah pada-Ku; berkurban kepada-Ku; bersujud dihadapan-Ku; dengan demikian engkau akan sampai kepada-Ku. Aku berjanji sungguh-sungguh, karena engkau sangat Aku sayangi.

Lepaskanlah segala dharma, datanglah kepada-Ku saja untuk berlindung satu-satunya. Jangan bersedih, karena Aku akan membebaskanmu dari segala kejahatan

Jangan pernah hal ini dibicarakan kepada orang yang tidak bertapa dalam kehidupannya atau pada seseorang yang tidak memiliki rasa pengabdian, atau pada orang yang tidak berminat atau yang menghina Aku.

Dia yang mengajarkan rahasia tertinggi ini kepada para penganut-Ku, dengan memperlihatkan pengabdian tertinggi kepada-Ku, tanpa keraguan lagi akan sampai kepada-Ku

Tak seorangpun di antara manusia yang melakukan pelayanan yang lebih tulus kepada-Ku dan tak akan ada orang lain yang lebih Aku sayangi di dunia ini, kecuali dia.

Dan, ia yang mempelajari percakapan suci kita ini, Aku akan dipujanya dengan pengorbanan pengetahuan, demikianlah pendapat-Ku

Dan, ia yang mempelajari percakapan suci kita ini, Aku akan dipujanya dengan pengorbanan dan pengetahuan, demikianlah pendapat-Ku

Dan orang yang mendengarkannya dengan penuh keyakinan dan tanpa mencela, merekapun akan dibebaskan dan akan mencapai kebahagiaan dunia kebajikan

Wahai Partha (Arjuna), apakah engkau telah mendengar dengan pemikiran yang terpusatkan? Wahai Dhananjaya (Arjuna), apakah kekacauan pikiranmu yang disebabkan oleh kebodohan itu telah lenyap.

Arjuna berkata:

Musnahlah sudah kekacauan pikiranku dan dengan anugerah-Mu aku telah menemukan kembali pemahamanku, wahai Acyuta (Krsna). Aku mantap berdiri dengan keragu-raguanku yang telah lenyap. Aku akan bertindak sesuai dengan ajaran-Mu

Sanjaya berkata:

Demikianlah telah kudengarkan percakapan yang luar biasa di antara Vasudeva (Krsna) dan Partha (Arjuna) sebagai roh mulia, yang menyebabkan bulu romaku merinding

Dengan anugerah bhagavan Vyasa, aku dapat mendengar rahasia tertinggi, berupa yoga yang diajarkan oleh Krsna sendiri sebagai Yogesvara (penguasa yoga) secara pribadi

Wahai sang Raja (Dhrtarastra), bila hamba ingat kembali akan percakapan yang suci dan luar biasa ini, antara Kesava (Krsna) dan Arjuna, hamba gemetar dengan kegembiraan demi kegembiraan

Dan makin sering hamba ingat akan kehebatan wujud Hari (Krsna) yang luar biasa tersebut, sangat besar kekaguman hamba, wahai sang Raja (Dhrtarastra) dan hamba gemetar dengan kebahagiaan demi kebahagiaan

Dimanapun ada Krsna, sebagai Yogesvara (Penguasa Yoga) dan Partha (Arjuna), pahlawan pemanah, aku yakin di sana ada keberuntungan, kemenangan, kesejahteraan dan kebajikan moral.

Disini berakhir bab ke-delapan belas dari Upanisad Bhagavadgita, ajaran tentang Brahmavidya dan Yogasastra, berupa percakapan antara Sri Krsna dan Arjuna, yang berjudul Samnyasa Yoga

Di sini kitab Bhagavadgita Upanishad, juga berakhir.

* Gambar dipinjam dari krishna.com